SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Dalam proses yang terus bergulir terkait dualisme yang direspon Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian yang memutuskan untuk meleburkan kepemimpinan Badan Pengelola Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam dan menjadikan Walikota Batam sebagai ex officio BP Batam, secara tegas diminta untuk ditunda.
Demikian hal tersebut ditegaskan La Ode Ida dari Ombudsman RI dalam Diskusi Publik Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan Batam, di Sari Pasific, Jakarta (19/12) yang dihelat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Mengingat di tengah situasi serta kondisi yang sangat belum jelas itu Presiden diminta tidak mengeluarkan kebijakan strategis secara tergesa-gesa.

“Sebaiknya Presiden untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan strategis yang bersifat tergesa-gesa terkait persoalan dualisme yang disebutkan dalam tubuh BP Batam. Tidak bagus rasanya kebijakan diputuskan dalam situasi dan kondisi yang harus dikaji lebih dalam itu,” jelas La Ode Ida.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan keputusan pemerintah terkait Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (13/12/2018), tidak ada pernyataan bahwa otoritas yang mengeluarkan perizinan lalu lintas keluar masuk barang di Batam tersebut akan dibubarkan.
Darmin mengatakan, bahwa hasil rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo kemarin memutuskan akan menghapuskan dualisme di Batam dengan mengalihkan kewenangan yang selama ini melekat pada Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada Pemerintah Kota Batam.

Presiden dan Wakil Presiden menganggap cara tersebut adalah paling efektif untuk menghilangkan dualisme yang terjadi di Batam selama ini. Sebab, perkembangan ekonomi di BP Batam tak kunjung signifikan.
Rapat terbatas dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Wakil Menteri Keuangan Madiasmo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.
Bahkan sepanjang penelitian yang dilakukan oleh Ombudsman RI di tahun 2016 tidak ditemukan faktor dualisme yang menyebabkan penanganan serta performa BP Batam menjadi tidak lebih baik saat itu. Justru yang ditemukan adalah ketidakpuasan pihak pemerintah kota Batam dan pergantian pimpinan BP Batam yang dianggap kaku dan tidak memahami budaya yang sudah ada di BP Batam, lanjut La Ode Ida.
Otorita Batam yang digagas di era kepresidenan Soeharto, dimana BJ Habibie sebagai inisiatornya, dibentuk berdasarkan PP No.74 Tahun 1971 serta Keppres No.41 Tahun 1973. Sebagai kawasan investasi dan daerah industri terkemuka di Asia Pasifik.
Sementara di era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, BP Batam dengan Dewan Kawasannya nyaris tidak ada isu yang muncul untuk meleburkan Kepala Badan Pengelola Batam dengan Walikota Batam. Selain BP Batam di era tersebut di perkuat dengan UU No.53 Tahun 1999 juncto PP No.46 Tahun 2007 juncto UU No.44 Tahun 2007 juncto UU 87 Tahun 2011.
Sedangkan di era kepresidenan Joko Widodo, BP Batam terjadi revolusi ganti pengurus dari Mustofa ke Hertanto yang dirasa kaku saat itu, kemudian diganti kembali oleh Lukito, Oktober 2017 hingga kemudian adanya keinginan pemerintah di Desember 2018 ini untuk melebur BP Batam yang dikordinasikan dengan Walikota Batam.
Padahal menurut La Ode Ida, BP Batam sebagai lembaga yang berwatak Parastatal memiliki posisi yang setara dengan Kementerian Kelembagaan dimana sumber keuangannya dari APBN dengan jalur pengawasan politiknya oleh Komisi VI DPR RI. Jadi dapat saja BP Batam dikordinasikan dengan Walikota Batam namun butuh catatan khusus yang ketat serta watak yang benar benar dapat dipertanggungjawabkan karena Walikota dibawah langsung oleh Presiden.
Apalagi kini dikesankan adanya dualisme dimana Pemerintah Kota merasa tersubordinasi oleh BP Batam, walau hal tersebut belum pernah teruji dan dikaji secara mendalam. Padahal berdasarkan kajian yang dilakukan didapatkan manajemen BP Batam tidak dalam performnya, birokrasi yang masih konvensional belum berstruktur modern dan sebagainya. Disamping masalah sejumlah kebijakan yang belum tuntas dan tidak sinkron yang ada di sekeliling BP Batam.
Jika ditanyakan, apakah peleburan atas persoalan dualisme BP Batam dan Walikota Batam, bisa jadi solusi kawasan ini lebih baik lagi? Dengan tegas La Ode Ida menyebutkan Tidak Sama Sekali, Tidak Berkorelasi sama sekali. Bahkan berpotensi besar dilanggarnya UU.
(tjo; foto ist