SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Gelombang protes mahasiswa dan masyarakat terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri memicu Komisi X DPR RI untuk mempertanyakan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.
Dalam rapat kerja yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyoroti asumsi masyarakat mengenai alokasi anggaran pendidikan. “Seandainya APBN kita di angka Rp3.300 triliun, artinya 20 persennya itu harusnya Rp665 triliun. Itulah yang selalu ditanya, kemana saja anggaran pendidikan ini,” ujar Dede.
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini menjelaskan bahwa rapat kerja kali ini merupakan bagian dari Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan yang dibentuk oleh DPR RI sebagai respons terhadap isu kenaikan UKT, BKT (Biaya Kuliah Tunggal), dan IPI (Iuran Pembangunan Institusi). “Dalam dua minggu terakhir, sangat ramai protes terhadap kenaikan UKT. Kami di DPR telah menerima beberapa audiensi dari BEM, mahasiswa, dan perguruan tinggi, sehingga kami menilai isu ini tidak boleh dibiarkan tanpa solusi konkret,” tegas Dede.
Menanggapi hal ini, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa anggaran pendidikan yang diterima Kementeriannya pada tahun 2024 hanya 15 persen dari total anggaran pendidikan, atau sekitar Rp98,9 triliun. Dari jumlah tersebut, 52 persen digunakan untuk transfer daerah, 33 persen tersebar di Kementerian Agama dan kementerian/lembaga lainnya, serta anggaran pendidikan non K/L.
Nadiem juga menekankan pentingnya asas keadilan dan inklusivitas dalam penerapan UKT. “Peraturan UKT baru ini hanya berlaku untuk mahasiswa baru dan tidak berdampak pada mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi,” jelasnya, menanggapi kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan mengubah ketentuan UKT bagi mahasiswa lama.
Nadiem menambahkan bahwa Kemendikbudristek berkomitmen memastikan kenaikan UKT dilakukan secara rasional dan tidak membebani mahasiswa secara berlebihan. “Kami akan mengevaluasi dan memastikan bahwa kenaikan UKT yang tidak wajar akan dihentikan,” tutupnya.
Rapat kerja ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai alokasi anggaran pendidikan serta langkah konkret untuk mengatasi masalah kenaikan biaya pendidikan tinggi di Indonesia.
(Anton)