SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pimpinan AQL Islamic Center, KH Bachtiar Nasir dinobatkan sebagqi Tokoh Perbukuan Islamic Book Fair (IBF) 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (3/5/2017), oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).
Dalam kesempatan tersebut sekretaris Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Mappa Tutu menjelaskan bahwa pemilihan dan penetapan Tokoh Perbukuan Islam IBF 2017 melalui proses yang ketat dengan berbagai penilaian dan sepak terjang tokoh yang masuk nominasi.
“Sesungguhnya cukup sulit menentukan Tokoh Perbukuan IBF 2017 karena banyak tokoh yang masuk nominasi dan semuanya memenuhi syarat. Namun kita harus mencari yang terbaik di antara mereka,” tegas Mappa Tutu saat pembukaan IBF 2017.
KH Bachtiar Nasir selain sebagai penulis, juga dikenal sebagai pendakwah, aktivis, pendidik, penggerak keumatan serta pencetus tadabbur al-Qur’an di Indonesia melalui AQL Islamic Center. Namun demikian, KH Bachtiar Nasir lebih senang dikenal sebagai seorang guru ngaji.
Ketua Alumni Universitas Islam Madinah itu, beberapa karyanya juga dijadikan buku seperti Masuk Surga Sekeluarga dan Menyelami Mutiara Wahyu yang diterbitkan oleh AQL Pustaka serta Tadabbur al-Qur’an Juz 1-2 serta Juz 29-30 yang diterbitkan oleh Gema Insani Press.
Dalam sambutannya, KH Bachtiar Nasir mengemukakan bahwa ada satu pegangan yang menjadi prinsip hidupnya terkait keilmuannya yakni yang tertulis dalam surat Ali Imran : 18. “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ali Imran: 18). Jadi
ukuran derajat keilmuan seseorang itu dilihat dari rasa takutnya kepada Allah SWT bukan dari sedikit banyaknya karya tulisnya”.
Oleh karena itu, Imam Bukhari menulis Shahih Bukhari dimulai dengan ‘Bab Niat’. Seorang ayah bijaksana berkata kepada anaknya, “setiap kali kamu bisa menulis satu kalimat ilmu berhentilah sejenak lalu tanyakan pada hatimu, bertambahkah rasa takutmu kepada Allah SWT? Jika tidak maka jangan teruskan. Tidak ada yang bertambah dari ilmumu ketika tidak bertambah takutmu kepada Allah,” katanya.
Bahkan dikisahkan pula seorang ulama pun selesai menulis buku dan yakin bahwa itu spektakuler kemudian muncul kesombongan dalam jiwanya maka dirobek semua buku itu ketika buku itu tidak membekas rasa takut kepada Allah SWT setelahnya.
Apalagi saat ini terjadi di Indonesia, jika hanya pintar kemungkinan besar kita akan melenceng. Tidak cukup hanya cerdas dibutuhkan keberanian untuk menegakkan keadilan sebagai seorang ilmuwan, pesannya.
Menjadi ilmuwan yang jujur memang berat karena pelacur intelektual jauh lebih hina dari pelacur seksual. Disinilah pertaruhan sehingga tidak cukup hanya dengan pintar, dibutuhkan keberanian untuk menegakkan keadilan Qaaiman bil qisti.
Ada yang menarik dari tadabbur Surat Ali Imran ayat 18 yang menjadi pegangan hidup KH Bachtiar Nasir, yakni Allah SWT mensejajarkan antara malaikat dengan orang yang berilmu. Para ulama menafsirkan ukuran keilmuan seseorang diukur dari apakah dia sudah menegakkan keadilan setelah dia mengakui bahwa tidak ada sesembahan selain Allah dan itu adalah puncak kesadaran berilmu.
Tetapi para ilmuwan sejati yang menegakkan keadilan punya pegangan yang kuat diujung ayat itu Laa ilaha illa huwa al azizul hakim. Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia yang tidak pernah terkalahkan Maha perkasa dan maha yang menempatkan sesuatu atau akibat sesuatu pada tempatnya. Islam dan umat Islam Indonesia sudah diberikan izzahnya oleh Allah SWT dan perjuangan terakhir adalah menegakkan keadilan.
(aql/tjo; foto dok