SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kupang, Kemandirian ekonomi merupakan salah satu tujuan utama yang harus dicapai oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, tantangan besar masih dihadapi, terutama dalam mengentaskan kemiskinan dan memastikan distribusi sumber daya yang adil. Hal ini menjadi fokus diskusi dalam sebuah forum yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Kamis (17/10/2024).
Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang, Zainur Wula, dalam paparannya menyoroti kemajuan yang dicapai oleh pemerintah Indonesia. Namun, menurutnya, data kemiskinan menunjukkan bahwa masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki.
“Kemajuan yang dicapai oleh pemerintah bagus, tapi dari data kemiskinan masih perlu dibenahi,” ujar Zainur. Ia menekankan bahwa meskipun Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, angka kemiskinan justru terus meningkat. Salah satu solusi yang ditawarkannya adalah memperkuat program transmigrasi dengan penyediaan lahan dan infrastruktur yang memadai oleh pemerintah.
“Orang mau transmigrasi asal dijamin oleh pemerintah lahannya, juga prasarananya,” tegas Zainur. Selain itu, ia mengusulkan efisiensi penggunaan anggaran, dengan mengalihkan dana bantuan sosial (bansos) yang besar untuk program-program jangka panjang seperti peningkatan sektor pertanian.
Dalam hal kemandirian pangan, Zainur menyarankan agar intensifikasi dan ekstensifikasi sektor pertanian diperkuat guna meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Sementara itu, Manajer Litbang Kompas, Totok Suryaningtyas, menyampaikan hasil survei yang menunjukkan bahwa masyarakat umum menilai kinerja pemerintah sudah cukup baik. Namun, ia mengingatkan bahwa hasil tersebut masih bersifat normatif dan belum sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.
Totok juga menyoroti kemandirian ekonomi yang harus mencakup sektor pangan, energi, dan teknologi. Sayangnya, menurutnya, Indonesia belum sepenuhnya mandiri dalam tiga sektor tersebut. “Meskipun Indonesia adalah salah satu produsen LNG terbesar di dunia, pengolahan LPG masih dilakukan di luar negeri,” jelas Totok. Ia juga menyebutkan bahwa sektor batu bara, yang diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi, terpengaruh oleh geopolitik global yang menyebabkan fluktuasi harga.
Totok turut mengkritisi ketergantungan terhadap bantuan sosial. Meskipun program tersebut berhasil menjadi jaring pengaman sosial, menurutnya, tidak ada jaminan bahwa pemerintah mendatang dapat terus melanjutkan program ini secara efektif, terutama dalam hal jaminan kesehatan.
Di sisi lain, Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada, Mochammad Maksum, menyoroti aspek spiritual dan moralitas dalam upaya mencapai kemandirian ekonomi. Menurutnya, korupsi yang meluas di Indonesia telah menghalangi masyarakat miskin untuk mendapatkan kesempatan ekonomi.
“Yang terjadi tidak sekedar tidak memberi makan si miskin, tetapi membuntu kesempatan ekonomi si miskin,” tegas Maksum. Ia juga mengkritik liberalisasi ekonomi yang menurutnya melemahkan kedaulatan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk kebijakan impor pangan yang merugikan petani lokal.
Maksum menegaskan bahwa amandemen UUD 1945 telah menggeser orientasi kebijakan ekonomi lebih condong kepada kepentingan elite politik dan asing, sementara kepentingan rakyat terabaikan. “RUU Cipta Kerja itu sarat kezaliman, banyak urusan pangan dan keagrariaan yang dikebiri,” pungkasnya.
Maksum menyerukan adanya regulasi yang lebih adil dan kuat untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan mencapai kemandirian pangan, serta perlunya penataan ulang berbagai kebijakan yang mempermudah impor pangan demi melindungi kepentingan petani lokal.
Diskusi ini menggambarkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai kemandirian ekonomi, terutama di tengah tantangan distribusi sumber daya yang tidak merata dan kebijakan yang belum berpihak sepenuhnya kepada kepentingan masyarakat bawah.
(Anton)