SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Salah satu agenda dalam Rapat Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Komisi X DPR RI adalah membahas perkembangan isu perundungan dan keamanan infrastruktur sekolah, di Gedung Nusantara, Jakarta.
Dalam paparannya, Inspektur Jenderal (Irjen), Chatarina Muliana Girsang menyampaikan kemajuan Kemendikbudristek dalam mengatasi isu perundungan dengan mendorong pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan. “Hingga saat ini (7/11) telah terlaporkan 104.870 TPPK terbentuk, dengan rincian 31.801 TPPK pada jenjang PAUD, 46.203 TPPK untuk jenjang SD, 14.431 TPPK untuk jenjang SMP, 6.284 untuk jenjang SMA, 4.626 TPPK untuk jenjang SMK, 541 TPPK untuk jenjang SLB, dan 984 untuk jenjang pendidikan kesetaraan”, jelas Chatarina dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Lebih lanjut, ia menjelaskan mekanisme yang berlaku di Kemendikbudristek dalam menangani kekerasan dan pemulihan bagi korban oleh TPPK atau Satuan Tugas (Satgas) merujuk pada Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) khususnya pasal 39-69. Pertama, laporan dapat disampaikan melalui surat tertulis, telepon, pesan singkat elektronik, dan bentuk pelaporan lain yang memudahkan pelapor. Selanjutnya, laporan kekerasan yang diterima akan ditangani oleh TPPK atau Satuan Tugas dan memastikan pemulihan melalui alur pemeriksaan, mulai dari pemanggilan hingga pengumpulan bukti dan keterangan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, serta tindak lanjut laporan dan rekomendasi dari pihak yang berwenang.
Adapun untuk penyusunan kesimpulan dan rekomendasi meliputi 1) sanksi administratif kepada pelaku, 2) pemulihan korban, dan 3) tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan. Tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi diserahkan oleh TPPK atau Satgas kepada pejabat yang berwenang untuk menerbitkan keputusan. Pemberian sanksi administratif yang diberikan dari peraturan ini, tidak mengenyampingkan peraturan lain. Sedangkan terkait pemulihan, perlu dilakukan sejak laporan diterima dan layanan pemulihan difasilitasi oleh pemda .
Berikut catatan upaya penanganan kekerasan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbudristek sepanjang tahun 2021-2023. Untuk penanganan kekerasan seksual terdapat 50 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 22 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 28 kasus. Kemudian, untuk kasus penanganan perundungan terdapat 52 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 32 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 20 kasus.
Irjen Chatarina menjelaskan bahwa total terdapat terdapat 127 kasus (7 kasus di tahun 2021, 68 kasus di tahun 2022, dan 52 kasus di 2023) yang ditangani, dengan isu terbanyak adalah perundungan dan lokus terbanyak di Sekolah Menengah. Kemudian, untuk penanganan intoleransi sebanyak 25 kasus yang terbagi atas jenjang SMP, SMA, SMK sebanyak 14 kasus dan Sekolah Dasar sebanyak 11 kasus.
Permendikbudristek PPKSP hadir untuk memperkuat upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Seperti 1) Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan menjadi fokus pencegahan dan penanganan kekerasan, 2) Adanya definisi yang jelas dan bentuk-bentuk detail kekerasan (tiga dosa besar) yang mungkin terjadi, 3) Pembentukan tim penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan pemerintah daerah diatur lebih rinci, 4) Mekanisme pencegahan yang terstruktur dan peran masing-masing aktor terdefinisikan dengan jelas, serta 5) Pembagian wewenang dan alur koordinasi dalam menangani kasus-kasus kekerasan lebih jelas antara satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek.
Permendikbudristek Nomor 46/2023 mengatur mekanisme pencegahan agar satuan pendidikan dan pemerintah daerah mengambil andil untuk memastikan warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan. Aturan tersebut turut menjadi payung hukum atas kolaborasi lintas kementerian yang melibatkan Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan Kementerian Sosial (Kemensos). Termasuk dengan tiga lembaga, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Nasional Disabilitas.
Merujuk pada Permendikbudristek PPKSP pasal 14-23, diperlukan kolaborasi antara satuan pendidikan dan pemerintah daerah dalam rangka memberantas kekerasan. Terkait penguatan tata kelola, satuan pendidikan perlu membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dengan kurun waktu 6 bulan sejak peraturan diterbitkan untuk jenjang SD, SMP, SMA/K dan 1 tahun untuk satuan PAUD dan satuan pendidikan nonformal. Sementara pemerintah daerah harus membentuk satuan tugas (satgas) dengan kurun waktu 6 bulan sejak peraturan diterbitkan, yaitu paling lambat pada tanggal 3 Februari 2024 .
Selanjutnya, dalam peningkatan edukasi, pemda juga perlu melatih TPPK dan satgas. Kemudian, berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana, satuan pendidikan dan pemda bertanggung jawab untuk memastikan tersedianya sarana dan prasarana yang aman dan ramah disabilitas serta menyediakan kanal aduan.
Berikut adalah strategi penanganan kekerasan oleh Itjen Kemendikbudristek yaitu 1) Mendorong dan memastikan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) Satuan Pendidikan/Satgas PPK di Disdik Kab/Kota dan Provinsi untuk menindaklanjuti aduan/informasi kasus yang masuk melalui Kanal aduan Itjen; 2) Menindaklanjuti aduan/informasi yang masuk ke Itjen Kemendikbudristek dengan melakukan pemantauan, fact finding, dan FGD; 3) Pemanfaatan berbagai kanal pengaduan: https://kemdikbud.lapor.go.id/, https://wbs.kemdikbud.go.id/, https://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id/; serta 4) Melakukan sinergi bersama dengan K/L lain dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam memberikan pendampingan penanganan laporan kekerasan.
Selain itu, Chatarina dalam rapat pada Selasa (7/11) tersebut, juga menyebut bahwa Kemendikbudristek melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) gencar melakukan berbagai program Pencegahan Perundungan. Sejak tahun 2021 dilakukan Program Pencegahan Perundungan di Satuan Pendidikan (Program Roots Indonesia) berkolaborasi dengan UNICEF berupa 1) Bimbingan Teknis Pencegahan Perundungan di Satuan Pendidikan (Program Roots Indonesia) telah melatih sekitar 20.140 Fasilitator Guru dari 10.718 sekolah pada jenjang SMP, SMA, dan SMK; 2) Membentuk sekitar 71.829 siswa agen perubahan yang tersebar di 489 Kabupaten/Kota dan 38 Provinsi.
Lalu, Kampanye dan Sosialisasi Anti-Perundungan seperti Ruang BK (Bincang Karakter), Memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2023, Kampanye Anti Perundungan berupa Pantun bersama Agen Perubahan, Webinar Kesehatan Mental, berbagai kegiatan kampanye anti-perundungan bekerja sama dengan UNICEF, UPT Kemendikbudristek, Dinas Pendidikan, dan Komunitas, serta sosialisasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPKSP dengan peserta Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik.
Kemudian akan mengadakan program pengembangan seperti Program Roots Mandiri melalui Portal Merdeka Mengajar, Pembelajaran Mandiri, serta pemanfaatan platform pembelajaran Program Pencegahan Perundungan (Roots) di laman Puspeka: https://belajarbersama-cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/ yang sampai Juli 2023 telah melayani 76.224 pengguna. (Akhirudin)