SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama MIND ID dan PT Timah pada Rabu (14/5) berubah jadi ajang sindiran bernas dari Anggota DPR Kawendra Lukistian. Kali ini, sasaran tembaknya bukan cuma tambang-tambang ilegal yang makin tak terkontrol, tapi juga harga timah yang katanya masih “ikut-ikutan orang”.
“Tambang ilegal sekarang bukan lagi soal kecil. Ini udah sistemik. Setelah dicek, bisa jadi malah yang legal justru minoritas,” kata Kawendra, dengan nada tegas dan jengah.
Ia juga menyentil pentingnya kepemimpinan yang kuat, bukan sekadar hadir secara simbolis. Bahkan, ia secara langsung mengaitkan harapannya pada latar belakang “Kopassus” sang pimpinan sebagai harapan terakhir untuk bisa menertibkan sektor tambang yang sudah lama gaduh tapi dibiarkan.
“Kita ini seringkali terlalu percaya sama orang pintar, tapi giliran bicara kejujuran… yah, kita tahu sendiri,” sindir Kawendra sambil melempar pujian yang dibungkus kritik.
Tapi yang paling “nendang” dari rapat ini datang dari usulannya soal membentuk bursa logam sendiri: Indonesia Metal Exchange. Biar gak terus-terusan jadi pengikut dalam pasar global, padahal punya cadangan timah segede gaban.
“Kita ini pemilik stok besar, bareng China dan Peru. Tapi kenapa harga tetap kita yang disetirin? Kenapa gak berani bikin bursa sendiri, di rumah sendiri?” ucapnya. Sekilas kayak usulan biasa, tapi jelas nadanya tantangan.
Ia bahkan menyebut perang dagang global sebagai “momen tes nyali”, dan mendorong Indonesia untuk tidak hanya survive, tapi tampil dominan di tengah gejolak ekonomi dunia.
Tak lupa, Kawendra juga menyoroti pentingnya digitalisasi tambang. Ia menyebut Freeport dan Mind ID sudah melangkah ke arah sistem digital yang rapi, sementara PT Timah? Yah… waktunya mengejar.
“Digitalisasi bukan lagi pilihan, itu keharusan. Supaya data lapangan sesuai kenyataan, dan gak ada lagi cerita ‘hilang di jalan’,” katanya.
Di akhir, Kawendra menegaskan pentingnya roadmap yang jelas, target yang terukur, dan evaluasi berkala. DPR, katanya, tak ingin hanya jadi tempat curhat tiap rapat, tapi ingin lihat aksi nyata.
(Anton)