SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kasus profil tinggi yang menjerat dua pria Inggris dengan tuduhan mata-mata untuk China resmi dihentikan, setelah pemerintah menolak menetapkan Beijing sebagai ancaman bagi keamanan nasional, demikian disampaikan oleh Jaksa Agung Inggris (DPP) Stephen Parkinson.
Parkinson menjelaskan bahwa Crown Prosecution Service (CPS) telah berupaya selama berbulan-bulan untuk memperoleh bukti tambahan yang diperlukan untuk melanjutkan penuntutan terhadap dua terdakwa, Christopher Cash—mantan peneliti parlemen, dan Christopher Berry. Namun, upaya tersebut tidak berhasil karena pemerintahan Partai Buruh (Labour) yang berkuasa tidak memberikan pernyataan resmi bahwa China merupakan ancaman terhadap keamanan nasional Inggris.
Kasus ini dihentikan pada 15 September 2025, dan keputusan itu langsung memicu kritik dari Downing Street serta anggota parlemen lintas partai. Menurut laporan The Sunday Times, keputusan tersebut diambil setelah pertemuan pejabat tinggi Whitehall, termasuk Penasihat Keamanan Nasional Jonathan Powell dan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Sir Oliver Robbins.
Bukti Tak Cukup Tanpa Status “Musuh Negara”
Di bawah Undang-Undang Rahasia Resmi (Official Secrets Act) 1911, jaksa harus membuktikan bahwa terdakwa bertindak atas nama “musuh” negara. Namun, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Inggris dalam kasus mata-mata Rusia tahun lalu, status “musuh” hanya berlaku untuk negara yang secara resmi diakui sebagai ancaman keamanan nasional pada saat pelanggaran terjadi.
Dalam suratnya kepada ketua komite urusan dalam negeri dan keadilan, Parkinson menulis:
“Kami mencoba memperoleh bukti tambahan selama berbulan-bulan, namun meski ada pernyataan saksi baru, tidak satu pun menyebutkan bahwa pada waktu pelanggaran terjadi, China merupakan ancaman bagi keamanan nasional Inggris. Pada akhir Agustus 2025, kami menyadari bukti itu tidak akan pernah muncul. Ketika hal itu jelas, kasus ini tidak dapat dilanjutkan.”
Starmer: Keputusan Harus Berdasarkan Kebijakan Pemerintah Sebelumnya
Menanggapi kritik tersebut, Perdana Menteri Sir Keir Starmer membela pemerintahannya. Dalam pernyataannya di sela kunjungan dagang ke Mumbai, ia menegaskan bahwa keputusan hukum harus mengacu pada kebijakan pemerintahan sebelumnya, yakni pemerintahan Partai Konservatif, yang pada saat itu tidak mengklasifikasikan China sebagai ancaman.
“Kebijakan pemerintah sebelumnya tidak menetapkan China sebagai ancaman, dan itu menjadi dasar hukum yang berlaku saat pelanggaran diduga terjadi. Tidak mungkin menuntut seseorang dengan dasar kebijakan yang baru ditetapkan dua tahun setelah kejadian,” ujar Starmer.
Ia juga menambahkan bahwa UU Keamanan Nasional (National Security Act) yang baru memang telah menggantikan beberapa ketentuan lama dalam Official Secrets Act—termasuk definisi “musuh negara”—sehingga menyulitkan jaksa untuk melanjutkan kasus tersebut berdasarkan undang-undang lama.
Oposisi: Starmer Harus Bertanggung Jawab
Meski begitu, pihak oposisi tetap menekan Starmer. Dalam konferensi Partai Konservatif, Shadow Home Secretary Chris Philp mengatakan, keputusan untuk menghentikan kasus itu kemungkinan tidak diambil tanpa sepengetahuan langsung Perdana Menteri.
“Saya tidak bisa membayangkan Jonathan Powell, salah satu penasihat paling senior dan dekat dengan Starmer, akan bertindak tanpa berdiskusi dengan Perdana Menteri terlebih dahulu. Karena itu, Starmer memiliki banyak pertanyaan serius yang harus dijawab,” ujar Philp.
(Anton)