SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Bayangkan kalau gedung-gedung pemerintahan, rumah sakit, atau bangunan strategis negara rusak akibat bencana tanpa perlindungan. Negara bisa nombok besar dan APBN ikut terganggu. Nah, untuk itulah sejak 2019 pemerintah menjalankan program Asuransi Barang Milik Negara (ABMN) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) sebagai ketua konsorsium.
Per Agustus 2025, Jasindo tercatat sudah memproteksi 43.919 Barang Milik Negara (BMN) dengan nilai mencapai Rp 316 triliun.
“Hingga Agustus 2025, Jasindo mengumpulkan premi sebesar Rp 512 miliar dan klaim dibayarkan sebesar Rp 104 miliar,”
— Brellian Gema, Sekretaris Perusahaan Asuransi Jasindo
Menurut Brellian, asuransi BMN ini krusial banget karena bisa jadi tameng dari kerugian finansial negara akibat bencana alam maupun kerusuhan.
“Oleh karena itu, idealnya seluruh aset BMN diasuransikan, meski saat ini belum semua terproteksi,” jelasnya.
Kenapa Harus Diasuransikan?
Tanpa perlindungan, kerugian negara bisa mengganggu alokasi anggaran lain. Misalnya, kalau ada gedung kementerian rusak karena gempa, dana perbaikan bisa menggerus APBN yang seharusnya dipakai untuk pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur.
Untuk skema pembiayaan, premi asuransi BMN dibayarkan masing-masing kementerian/lembaga lewat dana APBN. Jasindo sebagai ketua konsorsium lalu menerbitkan polis sesuai aset yang didaftarkan.
Fakta dari AAUI: Peserta Malah Menurun
Menariknya, menurut Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), jumlah kementerian/lembaga yang ikut serta justru menurun.
- 2024: ada 68 kementerian/lembaga mengasuransikan asetnya
- Juni 2025: turun jadi 56 kementerian/lembaga
Ketua Umum AAUI Budi Herawan bilang penurunan ini bukan karena programnya jelek, tapi karena ada kebijakan efisiensi anggaran.
“Penurunan jumlah tersebut disebabkan oleh kebijakan efisiensi APBN serta pengetatan anggaran di masing-masing kementerian/lembaga,”
— Budi Herawan, Ketua Umum AAUI
Konsorsium ABMN: Siapa Saja Pemainnya?
Konsorsium ABMN kini diisi 59 perusahaan, gabungan antara perusahaan asuransi dan reasuransi. Namun tidak semua bisa langsung masuk. Ada syarat khusus seperti:
- Risk Based Capital (RBC) minimal 120%
- Rasio likuiditas minimal 100%
- Tidak sedang dikenai sanksi oleh OJK
Dengan kata lain, hanya perusahaan yang sehat secara finansial yang bisa ikut meng-cover aset negara.
Bagaimana di Negara Lain?
Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengasuransikan aset negara.
- Jepang: Pemerintah memiliki skema asuransi risiko bencana untuk aset publik, terutama karena seringnya gempa.
- Amerika Serikat: Banyak aset publik ditanggung lewat program Federal Emergency Management Agency (FEMA) dan asuransi komersial untuk bangunan strategis.
- Filipina: Sejak 2017 menjalankan Disaster Risk Insurance Program, yang melindungi aset publik dari risiko bencana tropis dan gempa.
Artinya, langkah Indonesia lewat ABMN sejalan dengan praktik global: melindungi aset negara agar APBN tidak jebol hanya karena bencana tak terduga.
Program ABMN yang dipimpin Jasindo sudah memberi perlindungan ke puluhan ribu aset negara dengan nilai ratusan triliun. Meski jumlah kementerian/lembaga peserta menurun, urgensi asuransi ini tetap tinggi untuk menjaga APBN tetap sehat.
Kalau negara-negara lain saja serius melindungi aset publiknya lewat asuransi, rasanya Indonesia juga perlu terus memperluas jangkauan proteksi ini ke seluruh BMN.
(Anton)