SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Keberadaan jahe di Indonesia tidak asing lagi. Manfaatnya sangat beragam. Terlebih lagi jahe merah, mulai dari menjaga daya tahan tubuh hingga mengatasi mengatasi nyeri sendi.
Selama ini jahe dikenal sebagai tanaman obat yang memiliki keunggulan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiobesitas, anti mikroba, antikanker, neuproteksi, proteksi kardiovaskuler, dan proteksi terhadap gangguan nafas. D
Dokter Shirly Gunawan, Sp.FK dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengembangkan penelitian mengenai efek kandungan senyawa pada jahe sebagai bahan alam dalam pengobatan Sindrom Metabolik atau MetS.
Menurut dokter Shirly, MetS merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan diabetes mellitus tipe 2.
“Seseorang dikatakan menderita MetS apabila mengalami sedikitnya tiga dari lima kondisi, yaitu tekanan darah tinggi, abnormalitas kadar lemak dalam darah, kadar trigliserida tinggi, kadar gula darah tinggi, dan obesitas dengan pengumpulan lemak di perut,” urainya, kepada Suaraindonews.com di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Prevalensi MetS secara global kian meningkat. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), dari 35% populasi dewasa di Amerika Serikat, sebanyak 50-60% mengalami MetS. Di Cina, MetS mencapai angka 23%. Sayangnya, tingginya angka prevalensi MetS tidak diimbanhi dengan pengobatan yang adekuat.
Hingga saat ini, belum ada obat tunggal untuk mengatasi MetS. Pada umumnya, pasien dengan MetS mendapat pengobatan yang bersifat polifarmasi atau penggunaan beberapa obat secara besamaan, sehingga memengaruhi kapatuhan pasien dalam berobat. “Hal inilah yang kemudian mendorong kami untuk menganalisis efek modulasi salah satu senyawa aktif yang terkandung dalam jahe, yaitu 6-gingerol, terhadap MetS dengan fokus pada jalur endoplasmic reticulum stress atau ER stress,” ujar wanita yang belum lama ini mempertahankan disertasi doktornya di FKUI, Salemba Jakarta.
Dokter Shirly menilai jalur ER stress berperan penting terhadap terjadinya MetS. ER stress adalah kondisi akumulasi unfolded atau misfolded protein pada lumen retikulum endoplasma (RE). Kondisi ini akan mengaktivasi jalur sinyal Unfolded Protein Response (UPR) dengan target utama pada organ hati, jaringan lemak, usus, dan otot rangka. UPR mampu meredakan ER stress, menjaga keseimbangan RE, serta meningkatkan kemampuan adaptasi dan daya tahan sel. Apabila sel dapat menghadapi ER stress, ia akan bertahan hidup. Sebaliknya, jika tidak mampu mengatasi ER stress, akan menjadi disfungsi dan kematian sel, sehingga terjadi kelainan metabolik, seperti Diabetes Mellitus Tipe 2, dislipidemia, dan obesitas.
“Dengan menggunakan model tikus jantan sprague-Dawley, dilakukan pemberian 6-gingerol pada 5 kelompok tikus selama 8 minggu. Pemberian 6-gingerol dosis 100-200mg/kg/hari menunjukkan adanya kemampuan modulasi jalur ER stress pada model tikus MetS. Senyawa ini dapat mengurangi berat badan, menurunkan kadar gula darah puasa, dan memperbaiki resistensi insulin. Dengan demikian, 6-gingerol berpotensi menjadi kandidat obat baru untuk kelainan metabolik,” ungkapnya menutup pembicaraan. (Ahmad Djunaedi)