Jakarta, 23 Mei 2018 – Pangan tidak hanya merupakan komoditas dan kebutuhan pokok dalam kehidupan setiap orang. Tetapi pangan juga menjadi kepentingan nasional dan keamanan nasional bagi sebuah negara. Pangan memiliki peran dan fungsi vital bagi bangsa dan Negara Indonesia.
Dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Tanpa terjamin dan ketersediaan pangan yang memadai, tidak mungkin suatu bangsa dan negara akan mampu mempertahankan keberlangsungannya.
Ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan adalah tujuan bangsa Indonesia saat ini dan dimasa datang dalam rangka mencapai cita-cita kemerdakaan. Bangsa dan Negara RI harus mampu beradaptasi dengan segala kemungkinan perubahan lingkungan, baik nasional, regional maupun global yang memiliki dampak pada ketahanan pangan, demikian penjelasan Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA Nasional), saat berbicara di acara Forum Promoter 2018 Polri yang membahas tema “Solusi Menuju Indonesia yang Berdaulat Adil dan Makmur Melalui Ketahanan Pangan”, Rabu, 23 Mei 2018, di Hotel 88, Jakarta Selatan.
Winarno pun menyatakan, “Sektor pertanian memberikan konstribusi yang cukup berarti pada perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia pada triwulan II tahun 2017 yang masih didominasi oleh 3 lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan (20,26%), pertanian, kehutanan dan perikanan (13,92%), dan perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, sepeda motor (13,03%) hasil survey struktur ongkos usaha tanaman pangan, BPS 2017.”
Dalam diskusi itu juga Winarno menggambarkan kondisi petani di Indonesia yang menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2010 pelaku utama pembangunan pertanian (petani) jumlahnya 39.035.692 orang, yang sudah tergabung ke dalam Kelompok tani 583.368 kelompok, Gapoktan 63.501, dan Kelembagaan Ekonomi Petani 13.257. Dari jumlah tersebut diketahui tingkat pendidikan petani yakni Belum pernah sekolah (9,65%) = 3.766.954 orang; Tidak/belum Lulus SD (26,54%) = 10.358.754 orang; Lulusan SD (38,49%) = 15.023.269 orang; Lulusan SLTP (16,22%) = 6.330.800 orang; Lulusan SLTA (8,54%) = 332.106 orang; dan Lulusan Perguruan Tinggi/Diploma dan Sarjana (0,57%) = 223.809 orang.
“Nah, dari kondisi itu menunjukkan bahwa pendidikan pelaku utama pembangunan pertanian SDM nya masih rendah, perlu peningkatan kualitas pendidikan non formal dengan peranan penyuluh dan Perguruan Tinggi,” jelasnya.
Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045
Faktor-faktor kinerja produksi pangan sudah banyak dicukupi oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan petani. Bahkan bantuan pada Petani Pangan, Pemerintah membantu petani lewat program rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3,05 juta ha (52 %) sejak awal dibangun dengan pinjaman Bank Dunia, tegas Winarno. Diimbuhkan Winarno lagi bantuan itu dipergunakan juga untuk pembuatan embung/long storage/dam parit 3.771 unit; Bantuan alat mesin pertanian untuk mempercepat kenaikan IP 180.000 unit (2000 %).
“Pemerintah menjamin Asuransi Pertanian seluas 674.650 ha dari yang disediakan 1 juta ha, pengering gabah (padi, jagung, kedele sebanyak 1.000 unit). Ini merupakan implementasi UU Nomor 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” tegasnya Winarno lagi.
Potensi lahan pertanian di Indonesia digambarkan oleh Winarno adalah Sawah irigasi seluas 4,1 juta HA, dengan IP 200 atau dua kali tanam setahun. Sawah non irigasi 4,0 juta ha dengan IP 100 yang memerlukan embung. Huma/ladang seluas 5,02 juta ha dengan IP 100 juga memerlukan embung. Lahan tidur seluas 11, 68 juta ha belum bisa ditanami, karena tidak ada pengairan, sehingga sangat memerlukan embung.
“Embung diperlukan sebagai faktor penentu produksi pangan harus dibuat lebih banyak untuk menambah luas panen, dari 1 kali menjadi 3 kali tanam, yang dikerjakan bersama sama oleh Kementan, Kemendes dengan dana desa, Kementrian LHK dan BUMN. Pelaksanaan di lapangan untuk pengisian dan pemanfaatannya dilakukan oleh kelompok tani/Gapoktan. Embung berfungsi menabung air di musim hujan, kemudian difungsikan pada musim kering atau kemarau,” katanya.
Kemudian soal potensi lahan sawah non irigasi seluas 4 juta ha yang baru bisa ditanam 1 kali atau IP 100. Apabila sudah dibuatkan embung, long strotage,dam parit, pemanfaatan air sungai dan sumur dangkal bisa panen 2-3 kali atau IP 200- 300. Lokasinya ada di Kalimantan (1.342.702 ha), Sumatera (1.206.476 ha), Jawa (724.334 ha), Bali dan Nusra (117.876 ha), Papua (28. 681 ha), Sulawesi (608.872 ha), dan Maluku (24.216 ha).
“Produksi pangan akan terus meningkat seiring dengan adanya faktor-faktor hubungan tersebut di atas sehingga kita tidak memerlukan lagi impor khususnya beras. Apabila potensi lahan yang ada dimaksimalkan serta dicukupi sarana poduksinya maka Indonesia akan menjadi Lumbung Pangan Dunia menjadi kenyataan,” katanya.
Lumbung padi bukan sebatas menyimpan melainkan harus memiliki value added. Tercatat 5,6 juta padi (sucofindo, 2017) berhasil diserap lumbung padi rumah tangga petani, stock di masyarakat per tanggal 30 Juni 2017 sebanyak 8,126 juta ton.
Terget produksi 54,4juta ton pada tahun 2025 akan tercapai karena birokrasi yang mampu menghasilkan kebijakan yang memihak dan memberdayakan petani, sebagai bentuk insentif yang akan berkontribusi pada peningkatan produksi dan produtivitas pangan.
“Para perumus dan para pembuat kebijakan di tingkat pusat, provinsi, dan daerah juga akan mampu mewujudkan program pencetakan sawah-sawah baru terutama di luar Jawa, serta memberikan perlindungan bagi sawah-sawah subur beririgasi teknis terutama di Jawa dan Bali. Pemerintah juga akan lebih fokus pada langkah nyata dalam peningkatan akses permodalan, informasi pasar bagi petani di tingkat bawah. Perkreditan bagi petani dicukupi dengan KUR yang berbunga rendah,” harapnya.
Sementara itu persoalan Ketahanan Pangan juga tidak bisa dilepaskan dengan harga pangan khususnya barang kebutuhan pokok. Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan, Srie Agustina yang juga menjadi pembicara dalam Forum Promoter 2018 Polri menyebutkan, “Tahun 2017, Pemerintah berhasil menekan kenaikan harga pangan khususnya barang kebutuhan pokok. Inflasi menjelang puasa dan lebaran tahun 2017 merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir.”
Harga barang kebutuhan pokok Minggu III Mei 2018 berdasarkan data BPS menurut Srie Agustina, secara umum harga bapok dibanding bulan sebelumnya relatif stabil bahkan cenderung turun, seperti beras, minyak goreng kemasan, cabe, dan bawang putih. Komoditi yang harganya mulai naik adalah daging ayam, telur ayam, dan daging sapi.
Kebijakan Pemerintah dalam rangka ketersediaan, aksesibilitas, dan stabilisasi pangan barang kebutuhan pokok berdasarkan pasal 25 – 29 UU No.7/2014 tentang Perdagangan menetapkan kebijakan harga. Penetapan harga khusus saat dan setelah HBKN dan atau terjadi gejolak harga, penetapan harga eceran tertinggi dalam rangka operasi pasar sebagian atau seluruh barang kebutuhan pokok.
Mengelola stok dan logistik yakni dengan mengoptimalkan perdagangan antar pulau, melakukan pemantauan dan/atau pengawasan ketersediaan stok di gudang dan/atau di pelabuhan, penyediaan dan/atau optimalisasi sarana distribusi, melakukan koordinasi fasilitasi moda transportasi, melakukan koordinasi ketersediaan stok dan/atau cadangan Barang kebutuhan pokok tertentu yang dikuasai Pemerintah.