SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) genap berusia 13 tahun pada Kamis, 12 Juni 2025. Dalam momentum ini, DKPP menegaskan komitmennya untuk terus berbenah, melakukan otokritik, serta memperkuat peran strategisnya sebagai benteng etik penyelenggara pemilu.
Ketua DKPP, Heddy Lugito, dalam acara Syukuran HUT ke-13 bertema “Konsisten Menjaga Etika Penyelenggara Pemilu” yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, menyatakan bahwa DKPP akan terus memperbaiki kinerja dalam berbagai aspek.
“Kami ke depan akan berusaha keras untuk memperbaiki kinerja DKPP dalam banyak hal,” ujar Heddy.
Ia menyoroti bahwa pemilu dan pilkada serentak dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada 2024, merupakan tantangan besar dalam sejarah demokrasi Indonesia. Jumlah pelanggaran etik meningkat, salah satunya karena pengaruh eksternal dari peserta pemilu dan lemahnya integritas sebagian penyelenggara.
“Pelanggaran paling banyak terjadi saat tahapan pemilu akibat pengaruh peserta. Di luar tahapan, perkara asusila justru menempati posisi tertinggi, termasuk kekerasan seksual, penyalahgunaan narkotika, hingga utang piutang dan pinjaman online,” ungkapnya.
Meski demikian, Heddy menekankan bahwa DKPP tak hanya memberikan sanksi, tetapi juga menjaga marwah penyelenggara pemilu melalui putusan rehabilitasi. Dari 10.108 teradu, sebanyak 5.322 penyelenggara direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar kode etik.
“Artinya, hanya 48 persen yang dijatuhi sanksi. Ini menunjukkan bahwa DKPP menjunjung tinggi keadilan dan objektivitas,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, turut memberikan apresiasi atas kinerja DKPP. Menurutnya, DKPP telah berhasil menjaga integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu selama 13 tahun keberadaannya.
“DKPP menjaga kepercayaan publik melalui penyelesaian perkara dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,” kata Ribka.
Ia juga menyoroti meningkatnya pengaduan sebagai indikator tumbuhnya kesadaran masyarakat dan kompleksitas pemilu yang makin tinggi.
Ribka mendorong adanya kolaborasi lebih erat antara DKPP, KPU, Bawaslu, dan pemerintah guna mewujudkan pemilu dan pilkada yang kredibel serta berintegritas.
Sebagai informasi, sejak berdiri pada 12 Juni 2012 hingga 8 Juni 2025, DKPP telah menerima 5.832 pengaduan. Dari jumlah itu, 2.475 perkara telah diputus dengan total 10.108 teradu. Dari jumlah itu, 3.378 mendapatkan sanksi peringatan tertulis, 86 diberhentikan sementara, 97 dicopot dari jabatan ketua/koordinator divisi, dan 791 diberhentikan tetap.
“Kami juga melakukan evaluasi dan otokritik, terutama terhadap pihak-pihak yang menggugat putusan DKPP ke PTUN. Ini menjadi refleksi apakah yang dipersoalkan adalah substansi putusan atau integritas pribadi penyelenggara,” pungkas Heddy.
(Anton)