SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid (HNW), MA, bersama sejumlah anggota DPR RI dari Fraksi PKS yang dipimpin oleh Ir. Tifatul Sembiring, menyambangi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) di markas besarnya di Den Haag, Belanda, Kamis (17/4/2025). Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap ICC yang pada 21 November 2024 telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang terhadap bangsa Palestina di Gaza dan wilayah lainnya.
Kunjungan ini juga menjadi tindak lanjut dari kunjungan delegasi DPR RI ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) dua hari sebelumnya, Selasa kemarin (15/4/2025), untuk menyampaikan aspirasi agar Israel dihukum, segera menghentikan genosida, dan membuka akses bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataannya, Hidayat Nur Wahid mengatakan:
“Ini merupakan amanah dan tugas kemanusiaan dan visi penyelamatan peradaban bagi kami hadir dan dapat diterima di Mahkamah Pidana Internasional ini. Saya hadir atas nama Wakil Ketua MPR RI dan bersama delegasi DPR RI, bukan hanya sebagai wakil institusi demokratis perwakilan Rakyat, tetapi juga sebagai suara diantara banyak sekali orang yang masih percaya bahwa keadilan bukanlah hak istimewa, tetapi hak bagi mereka yang suaranya telah dibungkam oleh penjajahan dan kejahatan kemanusiaan, yang perlu diperjuangkan dan tentunya menjadi perhatian utama ICC,” ujarnya di depan gedung ICC.
HNW menyadari kompleksitas tantangan yang dihadapi ICC dalam proses hukum internasional, sebagaimana juga dijelaskan oleh pihak ICC saat pertemuan. Namun ia menegaskan:
“Dengan sudah keluarnya surat perintah penangkapan itu, warga dunia pendamba keadilan, kemanusiaan dan perdamaian sangat berharap bahwa keadilan akan menang dan hukum pidana internasional sebagaimana keputusan ICC itu dapat dilaksanakan dan ditegakkan.”
Hidayat juga memaparkan situasi terakhir di Gaza yang semakin memburuk sejak surat penangkapan ICC dikeluarkan:
“Apalagi semenjak dikeluarkannya surat penangkapan oleh ICC pada 21 November 2024 itu, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di bawah pimpinan PM Netanyahu, tidak semakin berkurang, malah semakin menggila dengan korban semakin banyak. Sampai 21 November 2024 korban kejahatan kemanusiaan dan perang sekitar 40 ribuan warga Gaza, kini pada 16 April 2025 melesat menjadi 51,065 warga yang wafat, dan 116,505 terluka.”
Lebih lanjut, ia menggambarkan bagaimana agresi Israel menyebabkan kehancuran total terhadap fasilitas sipil dan blokade yang mengancam kehidupan 2 juta warga Gaza:
“Karena bahkan terhadap makanan, air, dan perawatan medis hak-hak dasar berdasarkan hukum humaniter internasional telah sangat tidak diperbolehkan masuk ke Gaza oleh Israel,” ujarnya.
Dalam kunjungannya, HNW juga menegaskan posisi Indonesia dan dukungan parlemen terhadap langkah ICC, sesuai dengan sikap resmi pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri:
“Kami dari Parlemen Indonesia hadir di sini juga mendukung dan menguatkan sikap resmi Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri RI pada 23 November 2024 yang secara terbuka mendukung Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang telah mengambil langkah berani untuk menyelidiki kejahatan terhadap Gaza ini, termasuk potensi kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan yang paling serius, kejahatan genosida, yang dilakukan oleh pihak Israel.”
Ia juga menambahkan:
“Apalagi ICC bahkan sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant. Dengan melakukan itu, ICC menegaskan kembali prinsip bahwa tidak ada individu, tidak ada negara, tidak ada pemerintah yang kebal hukum.”
Hidayat mengakui bahwa Indonesia belum menjadi anggota ICC karena belum meratifikasi Statuta Roma, antara lain karena adanya kekhawatiran atas bias dalam pelaksanaan hukum internasional.
“Oleh karena itu, kasus ini menjadi ujian untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut salah, sehingga membuat negara-negara yang belum meratifikasi Statuta Roma – seperti Indonesia – dapat mempertimbangkan kembali di masa mendatang setelah melihat efektivitas dari keberadaan Mahkamah ini,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar negara-negara anggota ICC menunjukkan komitmennya untuk menegakkan mandat lembaga tersebut:
“Bukti itu juga perlu ditunjukkan kepada para negara anggota untuk menghormati dan melaksanakan mandat dari Mahkamah Pidana Internasional ini, dengan mendukung upayanya dan tidak melakukan tindakan yang melemahkan legitimasinya, antara lain dengan memastikan komitmen untuk menangkap PM Netanyahu ketika berada di bawah yurisdiksinya, sesuai perintah ICC ini,” tukasnya.
Menyoroti urgensi pelaksanaan surat penangkapan, HNW membandingkan kasus Netanyahu dengan penangkapan yang telah dilakukan terhadap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte:
“Bahkan, bila dibandingkan dengan penangkapan yang telah dilakukan terhadap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas perintah Mahkamah Pidana Internasional, penangkapan terhadap Netanyahu menjadi lebih urgen. Korban jiwa akibat perang narkoba yang dinilai melanggar HAM di era Duterte sebanyak 6 ribuan korban, sedangkan korban genosida di Gaza sudah lebih dari 51 ribu korban, jumlah yang jauh lebih besar dari korban Duterte,” jelasnya.
Hidayat juga mengapresiasi langkah sejumlah negara anggota ICC yang secara terbuka menyatakan akan melaksanakan mandat lembaga tersebut:
“Oleh karenanya, HNW berharap dan juga mengapresiasi sejumlah negara anggota Mahkamah Pidana Internasional yang telah menyatakan akan mengimplementasikan surat penangkapan itu dengan menangkap Netanyahu ketika berada di yurisdiksinya. Misalnya, seperti Pemerintah Kerajaan Belanda, yang melalui Menteri Luar Negeri Caspar Veldkomp tegas menyatakan bahwa ‘Belanda 100 persen berada di belakang Statuta Roma’ dan ‘Akan menghormati surat penangkapan Mahkamah Pidana Internasional itu, dengan menangkap Netanyahu bila berada di tanah Belanda.’”
Pihak ICC sendiri menyambut baik kunjungan delegasi Indonesia, negara non-anggota ICC, dan menyampaikan apresiasi atas dukungan yang diberikan, termasuk permintaan agar dukungan tersebut disampaikan kepada pimpinan ICC.
Menutup pernyataannya, HNW menyerukan agar masyarakat internasional memberikan dukungan nyata agar mandat ICC dijalankan tanpa intervensi atau tekanan politik:
“Karenanya penting bagi ICC untuk makin mengingatkan 125 negara anggota ICC terkait pelaksanaan surat perintah penahanan terhadap Netanyahu itu. Demi selamatkan kemanusiaan di Gaza khususnya maupun kemanusiaan global umumnya, juga terjaganya peradaban, dan marwah penegakkan keadilan hukum dan lembaganya seperti ICC,” pungkasnya.
DSK | Foto: HO-Humas MPR RI