SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang kembali menolak permohonan perkawinan beda agama dalam uji materi UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, serta berharap seluruh pihak harus mengikuti dan mematuhi putusan yang sudah sejalan dengan ketentuan UUD NRI 1945 dan UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia.
Apresiasi terhadap putusan ini disampaikan karena sejalan dengan yang telah diingatkannya 11 Februari 2022 yang lalu ketika di awal perkara ini disidangkan oleh MK.
“Itu perkara yang sudah ke sekian kali terkait perkawinan beda agama, yang ditolak oleh MK. Maka, harusnya semua pihak mengikuti dan mematuhi putusan MK ini dan putusan-putusan sebelumnya. Karena memang itulah yang sesuai dengan UU dan ajaran Agama yang diakui di Indonesia,” ujar Hidayat lewat siaran pers di Jakarta, (31/1/2023).
Dirinya mengatakan, seluruh pihak yang dimaksudkannya, di antaranya adalah para calon mempelai, juga hakim di pengadilan negeri yang kerap membolehkan pencatatan perkawinan beda agama. Pada 2022 ini saja, sudah tiga hakim di sejumlah pengadilan negeri yang membolehkan hal tersebut.
“Semoga ke depannya, tidak ada lagi calon mempelai yang mengabaikan keputusan MK ini, juga para hakim di pengadilan negeri tidak ada lagi yang memberikan izin pencatatan perkawinan beda agama tersebut,” tandasnya.
Lebih jauh, Hidayat berharap agar penetapan-penetapan hakim di PN itu bisa segera dikoreksi dengan kembali ditegaskan oleh MK bahwa perkawinan beda agama tidak sejalan dengan konstitusi kita.
Apalagi, lanjutnya, MK juga secara tegas tetap pada pendiriannya bahwa kontitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama yang sah di Indonesia, sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan.
Berbekal putusan MK ini, Hidayat berharap ke depan juga perlu dilakukan perbaikan regulasi terutama revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, terutama pada penjelasan Pasal 35 huruf a. Ketentuan itu kerap digunakan sebagai dasar bagi para hakim di pengadilan negeri untuk membolehkan pencatatan perkawinan beda agama.
“Dengan kembali hadirnya keputusan MK itu, DPR dan Pemerintah harusnya segera merevisi ketentuan soal pencatatan perkawinan, agar sejalan, dengan tafsir dan keputusan konstitusional MK yang oleh UUD NRI 1945 disebut sebagai bersifat final dan mengikat, bahwa perkawinan beda agama tidak sejalan dengan UUD 1945, konstitusi yang telah kita sepakati bersama berlaku di seluruh kawasan NKRI,” ujar Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera ini.
Langkah tersebut menurutnya, perlu dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan ketaatan terhadap konstitusi, serta lembaga yang diberi kewenangan untuk menafsirkan konstitusi di Indonesia, yaitu MK. (Ahmad Djunaedi).