SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Meskipun telah memberikan sumbangan yang luar biasa bagi kemajuan pendidikan di negara kita, para guru masih menghadapi tantangan dan kendala berat. Salah satunya adalah masalah sertifikasi yang berimbas pada syarat kenaikan pangkat dan jabatan, sekaligus tunjangan profesi para guru non sertifikat pendidik (serdik).
Hal ini salah satu persoalan yang mengemuka saat Wakil Ketua DPD RI Sultan Bakhtiar Najamudin, menerima delegasi Perkumpulam Guru Non Serdik Indonesia (PGNSI) di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dengan didampingi Wakil Ketua Komite III, dalam pertemuan tersebut Sultan menyatakan sangat memahami pentingnya guru yang berkualitas dan profesional dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Oleh karenanya, kata Sultan DPD RI berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan para guru, serta memastikan adanya kebijakan yang mendukung peningkatan status dan kesejahteraan mereka.
Wakil Ketua DPD RI yang berasal dari Provinsi Bengkulu ini menilai masalah guru non sertifikasi merupakan persoalan mendesak dan perlu segera dihadapi secara bersama-sama. Karena, “pahlawan tanpa tanda jasa” ini masih mengahadapi tantangan dan kendala yang berat setiap daerah.
“Hal ini diwujudkan dengan pembentukan Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI yang hasilnya telah disampaikan dan disahkan dalam Sidang Paripurna Ke-6 Masa Sidang II Tahun Sidang 2021-2022 DPD RI,” katanya di depan delegasi yang hadir.
Dirinya tidak menepis bila pendidikan merupakan investasi masa depan bangsa. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, maka perlu dukungan dan sinergi antara pemerintah, guru dan semua pemangku kepentingan.
“Mari kita bahu-membahu mencari solusi terbaik yang akan memberikan perubahan positif bagi bagi guru non sertifikasi di Indonesia,” harapnya.
Di acara yang sama, Wakil Ketua Komite III DPD RI, Evi Apita Maya, menjelaskan di setiap negara sepakat dan meyakini bahwa guru adalah pekerjaan mulia. Karena dalam pendidikan, guru mengemban tugas dari a sampai z bahkan dari hulu sampai hilir. “Dia mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Semua dia lakukan,” kata Evi, “Senator” yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dia berharap, posisi guru seharusnya bisa ditempatkan pada tempat yang terhormat. Secara implementatif dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian penghargaan yang layak berdasarkan asas kemanusiaan dan keadilan profesinya.
“Faktanya, di Indonesia, permasalahan guru seolah tak berhenti. Ibarat mati satu tumbuh seribu. Mulai dari kuantitas dan kualitas guru, sebaran guru, penghargaan hingga perlindungan hukum bagi guru,” ungkap Evi Apita Maya, dengan penuh semangat.
Sedangkan Pimpinan PGNSI, Istar berharap, Pemerintah bisa melakukan pengangkatan atau memprioritaskan sebagai profesi guru, mengingat banyaknya guru-guru non serdik yang usianya 59 tahun ke atas, sehingga akan sulit bersaing dengan post graduate.
“Kami berharap bisa diprioritaskan dari angkatan 2005 hingga 2015 dengan cara portofolio. Dari penghasilan kami juga jomplang. Kesejangan kesejahteraan juga sangat jauh,” Harap Istar. (FND/ADJ)