SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Di balik peringatan Hari Guru Nasional setiap 25 November, ada satu fakta yang tidak bisa dibantah: tantangan menjadi guru di zaman sekarang jauh lebih berat dibanding era kapur tulis. Jika dulu guru cukup mengajar, kini mereka harus menjadi superhero serba bisa—tanpa jubah dan tanpa bonus kekuatan tambahan.

Inilah rangkaian tantangan penuh drama, realitas, dan kadang bikin geleng kepala, yang membuat profesi guru pantas disebut profesi “tangguh level dewa”.

1. Tantangan Digital: Mengajar Sambil Dikejar Notifikasi

Teknologi memang mempermudah, tapi di balik itu guru menghadapi “monster” baru bernama:

• murid multitasking yang lebih fokus ke layar HP daripada papan tulis
• tugas yang harus diupload, diserahkan, dicek, dibalas, diformat, dan disinkronkan
• perubahan platform digital yang lebih cepat dari perubahan mood remaja

Guru bukan hanya mengajar, tetapi juga harus menjadi operator, editor, content creator, sekaligus IT support jika proyektor mendadak nge-freeze.

2. Kurikulum yang Gesitnya Melebihi Trend Media Sosial

Tak bisa dipungkiri, kurikulum pendidikan di Indonesia adalah salah satu yang paling dinamis. Belum selesai adaptasi, sudah ada revisi. Belum aman dengan sistem baru, muncul lagi konsep baru.

Guru harus:

• belajar ulang,
• membuat perangkat ajar baru,
• mengejar pelatihan,
• menyelaraskan materi,
• dan tetap harus terlihat kalem di hadapan murid—seolah semuanya terkendali.

Padahal dalam hati kadang bertanya: “Ini Kurikulum atau Update Software?”

3. Murid Generasi Z+ yang Kritis (dan Kadang Lebih Pintar dari Google)

Anak zaman sekarang bukan hanya kritis—mereka kritis sekaligus melek teknologi. Dalam satu detik mereka bisa:

• memastikan apakah penjelasan guru valid atau tidak,
• mencocokkan jawaban dengan ChatGPT,
• mencari referensi dari TikTok edukasi,
• dan bertanya dengan logika yang kadang bikin guru harus tarik napas panjang dulu.

Mengajar generasi digital berarti guru harus “selangkah lebih cepat” dari internet. Berat? Jelas. Tapi guru tetap berusaha.

4. Tugas Administrasi: Tantangan Tak Terlihat yang Menguras Energi

Guru di era modern tak hanya mengajar. Mereka harus:

• membuat RPP, modul, laporan, evaluasi, penilaian,
• mengisi data pokok yang panjangnya seperti novel,
• menghadiri rapat yang sering muncul mendadak,
• dan tetap memberi waktu untuk murid yang butuh bimbingan.

Kadang pekerjaan administratif lebih panjang daripada materi pelajaran itu sendiri.

5. Media Sosial: Tantangan Image yang Tak Ada di Buku Pedoman

Dulu salah sedikit hanya diketahui murid dan sekolah. Sekarang?
Satu video atau foto bisa viral dalam hitungan jam.

Guru harus ekstra hati-hati saat:

• menyampaikan pendapat,
• berinteraksi dengan murid,
• menghadapi provokasi,
• menjaga citra profesional.

Sosial media bisa jadi arena apresiasi, tapi juga bisa jadi arena ujian mental.

6. Kesejahteraan: Perjuangan yang Belum Usai

Meski tuntutannya besar, kenyataan di lapangan:

• masih banyak guru honorer yang gajinya jauh dari layak,
• banyak guru bekerja sambil mencari penghasilan tambahan,
• kesejahteraan sering tidak sebanding dengan beban pekerjaan.

Tetapi mereka tetap bertahan. Karena mengajar bukan sekadar profesi—ini panggilan hati.

7. Menjaga Mental dan Emosi di Tengah Tekanan

Guru harus tetap:

• sabar saat murid sulit fokus,
• tegar menghadapi kritik orang tua,
• kuat dalam tekanan sistem,
• stabil di tengah perubahan.

Padahal guru juga manusia yang punya masalah, punya lelah, punya batas. Namun mereka tetap tersenyum di depan kelas demi murid-muridnya.

Mengapa Hari Guru 25 November Begitu Penting?

Karena di balik segala tantangan modern yang makin kompleks ini, guru tetap berdiri di garda depan pendidikan. Tanpa guru:

• tidak ada generasi yang siap menghadapi masa depan,
• tidak ada pemimpin, ilmuwan, dokter, teknisi, jurnalis, bahkan pejabat,
• tidak ada bangsa yang bisa maju.

Hari Guru bukan sekadar peringatan.
Ini adalah pengingat nasional bahwa profesi guru layak mendapatkan penghormatan tertinggi—setiap hari, bukan hanya 25 November.

(Anton)