SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pansus Hak Angket Haji DPR RI telah menyampaikan lima rekomendasi pada Sidang Paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025. Salah satu rekomendasinya adalah merevisi UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk menyesuaikan dengan perkembangan terbaru di Arab Saudi.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, mendukung penuh rekomendasi ini. “Revisi perlu untuk menyesuaikan kondisi terkini dalam pelaksanaan haji, termasuk kebijakan digitalisasi layanan oleh pemerintah Arab Saudi,” ujar Singgih dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/10/2024). Ia menjelaskan bahwa Arab Saudi kini menerapkan sistem digital dalam pendaftaran, pembayaran, dan pelayanan jemaah, sehingga regulasi Indonesia perlu menyesuaikan agar proses haji berjalan lancar.
Selain itu, perubahan kuota dan persyaratan kesehatan yang diterapkan Arab Saudi juga mendorong pentingnya revisi. Menurut Singgih, UU baru harus memperbarui ketentuan terkait pendaftaran, antrian, dan prioritas calon jamaah sesuai kebijakan baru. “Revisi ini bisa membantu memastikan bahwa regulasi kita sesuai dengan kebutuhan dan prioritas jemaah saat ini,” tambahnya.
Singgih juga menekankan perlunya pembaruan dalam pengelolaan dana haji. Investasi dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) perlu lebih transparan dan efisien. “Investasi ini harus mendukung kesejahteraan jemaah, dan aspek pelaporan keuangan serta pilihan investasi perlu ditingkatkan demi keamanan dana,” katanya.
Selain itu, UU baru diharapkan bisa mengatur subsidi biaya haji yang lebih berkelanjutan mengingat biaya haji yang cenderung meningkat. Perbaikan kualitas pelayanan, mulai dari akomodasi hingga transportasi, juga menjadi perhatian. “Kualitas pelayanan, termasuk pemeriksaan kesehatan dan asuransi, harus memenuhi standar yang semakin ketat dari pemerintah Arab Saudi,” jelas Singgih.
Singgih juga menggarisbawahi pentingnya transparansi biaya haji. Ia menilai calon jemaah perlu mengetahui alokasi dana yang mereka bayarkan, termasuk untuk tiket pesawat, akomodasi, dan transportasi lokal. Selain itu, aturan pengelolaan haji reguler dan haji khusus perlu lebih jelas untuk memastikan transparansi biaya dan layanan dari penyelenggara.
Mengatasi antrian panjang haji di Indonesia juga termasuk dalam poin revisi. Menurut Singgih, revisi harus mempertimbangkan kuota yang lebih efisien dan berkeadilan, termasuk prioritas bagi lansia dan mereka yang tertunda keberangkatannya. “Optimalisasi kuota haji sangat penting untuk mengurangi ketimpangan distribusi antar daerah,” tutupnya.
AM | Foto: Humas DPR RI