SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendesak penegak hukum dan kementerian terkait untuk mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto terhadap mahasiswinya.
Gilang menegaskan, kekerasan seksual adalah bentuk kejahatan serius terhadap tubuh, martabat, dan hak asasi korban. Ia menilai, status pelaku sebagai tokoh di dunia pendidikan seharusnya tidak menjadi tameng hukum.
“Proses hukum harus berjalan dengan standar integritas yang tinggi dan tanpa kompromi. Tidak boleh ada perlindungan, negosiasi, atau penyelesaian internal yang melemahkan keadilan bagi korban,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Ia mendorong aparat kepolisian dan kejaksaan untuk menangani kasus ini secara cepat, transparan, dan adil. Gilang juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap korban dari segala bentuk intimidasi dan tekanan, serta penanganan bukti dan kesaksian dengan pendekatan yang berpihak pada korban.
Lebih lanjut, legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu meminta aparat hukum menggunakan **Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)** dalam proses penyidikan. Dalam UU ini, pelaku kekerasan seksual dalam relasi kuasa dapat dijatuhi hukuman yang lebih berat.
“UU TPKS jelas menyebut, pejabat atau tokoh publik yang melakukan kekerasan seksual bisa dikenai hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 300 juta,” tegas Gilang.
Menurutnya, jika terbukti bersalah, pelaku tidak hanya harus dihukum maksimal secara pidana, tetapi juga dicabut hak sosialnya untuk berkiprah di dunia akademik dan publik. Ia menolak keras anggapan bahwa kekerasan seksual oleh dosen hanya cukup diselesaikan sebagai pelanggaran etik internal kampus.
“Kasus seperti ini harus diproses sebagai tindak pidana serius. Dunia pendidikan tidak boleh menjadi tempat aman bagi predator seksual,” katanya.
Gilang juga mengingatkan seluruh perguruan tinggi untuk tidak menutupi kasus kekerasan seksual demi menjaga reputasi institusi. Menurutnya, hukum pidana tidak boleh dinegosiasikan atas nama citra kampus.
“Negara wajib memberikan perlindungan hukum yang setara dan adil bagi semua warga, tanpa kecuali. Itu juga termasuk dalam penanganan kasus-kasus seperti ini,” pungkasnya.
(Anton)