SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Diskusi bertajuk “BPJS Kesehatan dengan KRIS, Permudah Layanan atau Jadi Beban?” digelar di Ruang Pusat Penyiaran dan Informasi Parlemen, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024). Diskusi ini menghadirkan Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Yuli Astuti Saripawan, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo, Pengamat Kesehatan Hermawan Saputra, serta Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar Emanuel Melkiades Laka Lena sebagai pembicara.
Perubahan Sistem BPJS Kesehatan
Topik utama yang dibahas adalah rencana penggantian sistem BPJS Kesehatan dari kelas 1, 2, dan 3 menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Rencana ini dijadwalkan akan diterapkan pada Juni 2025, di bawah periode pemerintahan Presiden terpilih Prabowo. Namun, masyarakat mengungkapkan kekhawatiran terkait besaran iuran dan kualitas pelayanan yang akan mereka terima, mengingat pengalaman sebelumnya dengan pelayanan BPJS Kesehatan yang masih menghadapi berbagai masalah.
Dampak Positif KRIS
Rahmad Handoyo menyoroti dua dampak positif dari penerapan KRIS:
Peningkatan Kualitas Pelayanan: Dengan adanya pelayanan kelas standar, kualitas pelayanan diharapkan meningkat. “Yang tadinya kelas tiga menjadi kelas standar, pelayanan semakin baik,” ujarnya.
Kesetaraan dalam Pelayanan: Penerapan kelas standar menciptakan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan. “Baik itu yang kaya maupun yang kurang mampu mendapatkan hak yang sama dalam pelayanan kesehatan,” jelas Rahmad.
Kekhawatiran Pembiayaan
Namun, Rahmad Handoyo juga mengingatkan bahwa sebelum KRIS diberlakukan, pemerintah perlu menyiapkan perangkat kebijakan, terutama dalam hal pembiayaan, untuk menghindari peningkatan iuran yang memberatkan peserta BPJS, khususnya mereka yang sebelumnya berada di kelas tiga. “Isu yang ditunggu adalah soal pembiayaan. Jangan sampai pemberlakuan KRIS standar membuat peserta BPJS yang awalnya kelas tiga menjadi mantan peserta,” katanya.
Penjelasan dan Transparansi
Rahmad Handoyo menegaskan pentingnya penjelasan utuh dari pemerintah mengenai desain pembiayaan sistem KRIS dan perubahan fasilitas bagi peserta BPJS kelas satu. “Ini yang harus dijelaskan secara utuh oleh pemerintah, meskipun kita memahami konsepsi BPJS adalah jaminan sosial yang bercirikan gotong-royong,” ucapnya.
Komitmen Pemerintah
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Yuli Astuti Saripawan, menyatakan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan segala aspek terkait KRIS, termasuk infrastruktur dan kebijakan pendukung, untuk memastikan bahwa perubahan ini tidak akan memberatkan masyarakat dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara merata.
Pengawasan DPR
Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan bahwa DPR akan terus mengawasi implementasi KRIS dan memastikan bahwa perubahan sistem ini tidak memberatkan rakyat. “Kita akan pastikan bahwa perubahan ini membawa dampak positif bagi seluruh peserta BPJS,” tegasnya.
Pandangan Pengamat Kesehatan
Pengamat kesehatan Hermawan Saputra menambahkan bahwa penerapan KRIS harus dibarengi dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BPJS Kesehatan untuk memastikan bahwa seluruh peserta mendapatkan manfaat yang maksimal dari perubahan sistem ini.
Kesimpulan
Diskusi Dialektika Demokrasi ini menekankan pentingnya persiapan matang dan komunikasi yang jelas dari pemerintah terkait implementasi KRIS. Dengan demikian, kekhawatiran masyarakat dapat teratasi dan tujuan peningkatan kualitas serta kesetaraan pelayanan kesehatan dapat tercapai.
(Anton)