SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Forum Dialektika Demokrasi di Senayan, Kamis (17/7/2025), jadi ajang “curhat nasional” soal wajah baru diplomasi Indonesia — yang ternyata nggak melulu soal paspor, jas, dan protokoler.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal, bilang, sekarang siapa pun bisa jadi diplomat — cukup buka Google atau update status di medsos. “Ketika Anda buka Google, Anda berdiplomasi,” ujarnya, bikin peserta manggut-manggut sambil ngecek timeline Twitter mereka.
Rizal menekankan, diplomasi sekarang sudah masuk era cyber diplomacy. Enggak lagi sekadar lobi-lobi di ruangan marmer, tapi juga soal citra digital: dari komentar netizen sampai video viral tim SAR Indonesia nyelamatin pendaki Brasil.
Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional, menambahkan: jadi duta besar itu bukan job santai buat nunggu undangan makan malam. Harus kuat debat, paham dagang global, dan bisa “ngopi diplomatik” dengan siapa saja — dari pengusaha sampai aktivis. “Kalau kosong kelamaan, dunia bisa mikir: Indonesia nggak punya stok orang berkualitas?” sindirnya, sambil nyenggol 280 juta rakyat Indonesia.
Sementara itu, Syahrul Aidi dari PKS ngasih tugas tambahan buat para dubes: jangan cuma jago pidato, tapi juga jadi sales hasil bumi desa. “Sekarang ini daun aja diekspor. Masa dubes kita kalah sama daun?” celetuknya, disambut tawa hadirin.
Ia juga sempat protes soal penarikan diplomat dari Lebanon. Menurutnya, kalau diplomat belum siap mental hadapi zona konflik, lebih baik daftar jadi host podcast aja.
Singkatnya, forum ini menyimpulkan satu hal penting: di era digital dan geopolitik rumit, semua orang bisa (dan wajib) ikut diplomasi. Entah lewat unggahan Instagram, diplomasi daun, atau jadi duta besar sungguhan — asal jangan cuma jadi duta selfie.
(Anton)