SUARAINDONEWS.COM, Jakarta Legislator PDI Perjuangan mengusulkan agar pembaca doa dalam sidang paripurna DPR/MPR/DPD RI dikembalikan kepada Kementerian Agama. Usulan tersebut menyusul doa penutupan sidang paripurna dengan agenda pelantikan penambahan tiga pimpinan MPR PDIP Ahmad Basarah, Abdul Muhaimin Iskandar (PKB) dan Ahmad Muzani (Gerindra) di ruang Graha Saba Paripurna, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/3/2018) kembali menuai polemik.
“Lebih baik, pembaca doa di rapat paripurna dengan agenda-agenda sangat penting dikembalikan ke Kementerian Agama, seperti era Orde Baru, “ kata anggota Fraksi PDI Perjuangan Rendy Lamadjido usai mengikuti rapat paripurna.
Dikembalikannya pembaca doa kepada petugas Kementerian Agama, kata Rendy agar doa menjadi lebih khusu’, lebih afdhal dan tanpa dibumbui intrik politik. Rendy menyebut telah tiga kali pembacaan doa penutupan dalam sidang paripurna di parlemen Senayan, selalu menimbulkan polemik dan kontroversi.
“Terlepas disengaja atau tidak sengaja, doa itu sesuatu yang sakral dan tidak boleh main-main. Doa harus dilakukan secara khusu’ dan tidak boleh main-main, apalagi diselipkan intrik politik, “ lanjut politisi dapil Sulteng tersebut.
Sementara politisi Fraksi PKB Mohammad Toha menilai ucapan doa Jazilul Fawaid dipandangnya sebagai hal ketidaksengajaan dan keliru. Toha berpendapat bisa dimaklumi Jazilul latah karena hampir setiap hari dia mengikuti roadshow dan rapat-rapat internal PKB menyebeut Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.
“Dia tak sengaja, keliru dan latah karena setiap rapat-rapat menyebut cawapres. Tapi yaa, semoga menjadi doa, “ kata Toha.
Jazilul Fawaid dihadapan sejumlah pimpinan DPR, MPR dan Menteri Kabinet Kerja menyebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai Wakil Presiden.
“Ya Allah berikanlah rahmat dan berkahmu, kekuatan dan kesehatan kepada saudara Wakil Ketua Bapak Ahmad Basarah, Bapak Ahmad Muzani, dan Bapak Abdul Muhaimin Iskandar yang baru saja dilantik sebagai Wakil Presiden, maaf Wakil MPR,” ujar Jazilul.
Ucapan Jazilul tak pelak membuat seluruh peserta sidang, baik anggota dewan hingga tamu yang mendengarnya, tertawa dan bersorak. Sebagian besar tamu juga bertepuk tangan. Cak Imin panggilan Muhaimin Iskandar yang sudah menempati kursi pimpinan MPR terlihat tersenyum mendengar ucapan koleganya di PKB itu.
Selesai membaca doa, Ketua MPR Zulkifli Hasan selaku pimpinan sidang berkomentar atas doa itu. Ia menyinggung Jazilul menyebut kata ‘Muhaimin’ sebanyak sembilan kali. ‘Muhaimin’ yang dimaksud Zulkifli adalah kata ‘memelihara’, sebab Muhaimin berasal dari bahasa Arab dan bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti memelihara.
“Muhaimin sembilan kali. Zulkifli Hasan dan lain-lain satu kali,” ujar Zulhas seraya diikuti gelak tawa dan tepuk tangan peserta sidang paripurna MPR.
Sebelumnya, doa yang sempat kontroversial dilakukan oleh Politisi Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring. Doa yang dibacakan saat Sidang Tahunan MPR, Rabu (16/7/2017) yang dihadiri oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadi heboh karena Tifatul menyinggung tentang berat badan Presiden Jokowi yang terlihat kurus.
“Ya Allah ya Rabb, kami lihat badan beliau semakin terlihat kurus, gemukanlah badan beliau yang semakin kurus,” ujar Tifatul.
“Ya Allah, kami lihat beliau juga kurang waktu untuk beristirahat, seriap hari pasti capek dan lelah. Limpahilah beliau dengan kesehatan untuk menjalankan tugasnya,” lanjut.
Sebelum Tifatul, pembacaan doa juga sempat menjadi polemik saat dibacakan oleh anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, HR Muhammad Syafii pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI tahun sidang 2016-2017 pada Selasa (16/8/2016). Doa penutup di depan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, jajaran menteri Kabinet Kerja dan para anggota DPR menjadi perbincangan hangat karena berisi kritik pedas atas kondisi Indonesia terkini.
Ya rahman ya rahim tapi kami masih percaya kepadaMu, bahwa kami masih menadahkan tangan kepadamu artinya engkau adalah Tuhan kami, Engkau adalah Allah YME.
Jauhkan kami dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong, dan kekuasaan yang bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini, tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat.
Di mana-mana rakyat digusur tanpa tahu ke mana mereka harus pergi. Di mana-mana rakyat kehilangan pekerjaan Allah di negara ini rakyat ini outsourcing, tidak ada jaminan kehidupan mereka. Aparat seakan begitu antusias untuk menakuti rakyat.(Tjoek)