SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – “Jika tak ada penemuan lahan minyak baru, tak akan ada kemandirian energi. No Discovey, No Sovereignty.”
Hari ini, Indonesia memproduksi sekitar 600 ribu barel minyak per hari.
Sementara kebutuhan riil nasional mencapai 1,2 hingga 1,4 juta barel per hari.
Artinya, sekitar **40 persen—bahkan lebih—masih bergantung pada impor.
Bila terjadi gejolak global, ketahanan energi nasional bisa terguncang.”
“Harus ada penemuan lahan minyak baru, untuk mengurangi impor itu.”
Demikian disampaikan Denny JA, selaku Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), dalam acara perkenalan pengurus baru PHE di Jakarta, Kamis (10/7).
Acara tersebut turut dihadiri oleh Direktur Utama PHE Awang Lazuardi, jajaran direksi, komisaris, serta para pekerja PHE.
Ini sebuah momentum untuk menyatukan semangat dan visi baru dalam mengelola energi bangsa.
-000-
Dalam sambutannya, Denny JA menekankan bahwa kata “mandiri” bukan sekadar slogan pembangunan, melainkan menyangkut daya hidup suatu bangsa:
“Kemandirian—itulah kata kunci. Mandiri ekonomi. Mandiri pangan. Dan yang paling relevan bagi kita di sini: mandiri energi.”
Gagasan ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang berulang kali menegaskan pentingnya ketahanan dan kemandirian nasional sebagai fondasi strategis pembangunan Indonesia.
Di tengah dinamika geopolitik dan fluktuasi harga energi dunia, kemandirian energi bukan lagi opsi, tetapi telah menjadi keharusan kebijakan.
Tanpa itu, bangsa ini akan terus berada dalam posisi rentan—mudah digoyahkan oleh krisis eksternal.
-000-
Denny JA menyampaikan kekhawatirannya atas tren jangka panjang produksi migas nasional. Pada era 1970-an, Indonesia mampu memproduksi hingga 1,2 juta barel per hari.
Hari ini, angka tersebut turun setengahnya—sebuah kemunduran signifikan dalam 50 tahun.
Sementara negara-negara lain justru terus melaju:
• Amerika Serikat: 12 juta barel per hari
• Arab Saudi: 10 juta barel per hari
• Iran (peringkat ke-10 dunia): 2,5 juta barel per hari
Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 5–20 persen dari kapasitas negara-negara tersebut.
Denny JA mengidentifikasi tiga pembeda utama antara negara yang menanjak dan negara yang stagnan:
1. Eksplorasi dan Teknologi
Negara-negara maju terus menggali potensi energi baru dan mengadopsi teknologi eksplorasi serta produksi paling mutakhir.
Tanpa penemuan lahan baru dan teknologi yang sesuai, kemandirian energi hanya akan menjadi ilusi.
2. Tata Kelola dan Transparansi
Sektor energi harus dijalankan dengan prinsip check-and-balance.
Jika dikuasai oleh oligarki yang lebih diuntungkan dari impor, maka kebocoran, inefisiensi, dan moral hazard akan menggerogoti fondasi produksi.
“Tanpa tata kelola yang sehat, produksi akan kalah oleh mafia impor.”
3. Stabilitas Kebijakan Jangka Panjang
Industri energi memerlukan arah kebijakan yang konsisten, lintas masa pemerintahan.
“Setiap ganti rezim, ganti kebijakan—itulah yang menghancurkan fondasi energi Venezuela.”
-000-
Untuk mewujudkan kemandirian energi, Indonesia perlu mengadopsi strategi komprehensif yang mencakup percepatan eksplorasi lahan migas baru, pemberian insentif fiskal bagi investor energi, serta penguatan riset dan pengembangan teknologi eksplorasi domestik.
Selain itu, diversifikasi sumber energi menjadi keharusan. Misalnya dengan mempercepat transisi ke energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan bioenergi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
Pemerintah juga perlu menetapkan roadmap energi nasional yang jelas, memastikan keberlanjutan kebijakan lintas pemerintahan, dan membangun ekosistem tata kelola yang transparan serta akuntabel.
Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, swasta, dan lembaga riset harus diperkuat agar inovasi dan investasi berjalan beriringan demi ketahanan energi jangka panjang.
Menutup sambutannya, Denny JA menyampaikan harapan kolektif dengan sentuhan humor yang sarat makna:
“Dalam dunia Marvel, kita mengenal Fantastic Four. Itu empat tokoh yang menjaga keadilan.
Di sini, kami punya delapan komisaris. Bolehlah kita menyebut diri sebagai Fantastic Eight.”
“Semoga, saat masa jabatan ini usai, kita tinggalkan Pertamina Hulu Energi dalam posisi yang lebih kuat:
produksi meningkat, kebijakan lebih kokoh, dan kita semua bisa meninggalkan jabatan ini dengan kepala lebih tegak.