SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar tujuh sampai 10 persen.
Kenaikan UMK sebesar itu harus dilakukan karena harga barang-barang yang masuk komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga naik tujuh hingga 10 persen.
“Tuntutan kami adalah naikkan UMK 2022 sebesar tujuh hingga 10 persen,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Senin (25/10/2021).
Said menjelaskan, pihaknya telah melakukan survei harga terhadap 60 item yang masuk dalam KHL. Survei dilakukan di 24 provinsi. Di tiap provinsi, survei dilakukan di lima pasar. Hasilnya, tercatat kenaikan harga rata-rata sebesar 7-10 persen.
“Yang paling naik itu adalah harga transportasi karena angkot tidak semuanya beroperasi saat pandemi sehingga (pekerja) menggunakan ojek online. Alhasil, biaya transportasi meningkat tajam. Harga bahan pokok juga naik,” ujarnya.
Sebagai gambaran, Upah Minimum Provinsi (UMP) atau lebih dikenal dengan Upah Minimum Regional (UMR) di DKI Jakarta tahun 2021 adalah sebesar Rp 4.416.186.
Jika dinaikkan 10 persen, maka UMP DKI Jakarta 2022 menjadi Rp 4.857.804. Sebagai catatan, DKI Jakarta tidak menggunakan UMK; hanya menggunakan UMP saja.
Said melanjutkan, pihaknya juga meminta pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, dalam menentukan UMK 2022.
Pihaknya menolak keras jika pemerintah mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sebab, PP Nomor 36 merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), yang kini masih disidangkan gugatannya oleh Mahkamah Konstitusi.
“Bagaimana mungkin undang-undang yang sedang berproses secara hukum, (tapi) pemerintah tidak menghormati proses hukum tersebut,” kata Said.
Said menambahkan, jika pemerintah tetap menggunakan PP Nomor 36 sebagai acuan, dipastikan UMK 2022 akan turun. Sebab, penetapan upah minimum dalam PP 36 mengacu pada angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi dan formula tersendiri. Sedangkan PP 78 mengacu pada angka inflasi ditambah angka pertumbuhan ekonomi.
“Kalau memakai rumus PP Nomor 36, upah itu akan menjadi turun, bukan naik. Berani nggak pemerintah memutuskan itu? Silakan saja kalau mau menimbulkan gejolak pada kelas buruh,” ujarnya. (wwa)