SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketahanan pangan Indonesia ternyata bukan cuma soal pupuk, irigasi, atau cuaca yang mood swing. Kali ini, Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI angkat suara lantang. Bukan nyanyi, tapi ngumpulin pakar dan lembaga demi satu misi: rekonstruksi regulasi ketahanan pangan. Kenapa? Karena sawah makin sempit, izin lahan makin gampang, dan harga pangan makin bikin kepala pening.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Gedung DPD RI ini jadi ajang curhat dan cari solusi bareng pakar hukum agraria Universitas Bengkulu, KPPOD, dan AEPI. Rapat dipimpin Wakil Ketua III BULD Agita Nurfianti dan didampingi Wakil Ketua II Abdul Hamid.
“Alih fungsi lahan udah kayak tren. Hari ini sawah, besok mungkin jadi komplek,” keluh Agita, Senator asal Jawa Barat, yang menyebut bahwa kebijakan pangan perlu dibedah ulang karena banyak yang tumpang tindih dan minim kontrol di lapangan.
Dari Lampung Sampai Maluku Utara: Suara-Suara Resah Senator
Senator Lampung, Ahmad Bastian, angkat tangan dan bicara soal Perda pangan yang macet gara-gara dana daerah yang seret. Katanya, pertanian harus naik kelas jadi program strategis nasional. Biar nggak cuma jadi tanggung jawab petani dan camat.
Senator Hasby Yusuf dari Maluku Utara bahkan menyentil soal tabrakan antar undang-undang. Menurutnya, UU Tata Ruang, UU Pangan, dan UU Pertambangan itu sering kayak sopir angkot rebutan penumpang—nggak ada yang ngalah, akhirnya nabrak semua.
Para Pakar Turun Gunung: Jangan Cuma Jago Buat Aturan
Herman Suparman dari KPPOD menyarankan pendekatan multisektoral dan bottom-up, karena kalau cuma dari atas (top-down), hasilnya ya… bisa dilihat sekarang: kebijakan pusat dan daerah nggak nyambung.
Sementara Herawan dari Universitas Bengkulu menyentil keras:
“Jangan cuma pintar bikin aturan, tapi lemah di pelaksanaan. Banyak Perda itu kayak brosur, dibaca doang, nggak dijalankan.”
Khudori dari AEPI menyampaikan hal yang cukup menyedihkan: 73% pengeluaran masyarakat Indonesia habis buat beli makan. Negara, katanya, harus ikut campur dalam mengatur harga pangan, jangan cuma sibuk bagi-bagi bansos saat inflasi datang.
Closing Statement: BULD Janji Turun Tangan Lebih Dalam
Ketua BULD, Stefanus B.A.N Liow, akhirnya menutup rapat dengan janji manis dan niat serius:
“Kami dorong rekonstruksi regulasi pangan, supaya jelas dari pusat sampai ke Perda. Biar hukum nggak cuma ada di atas kertas.”
** Kalau Lahan Terus Dikorbankan, Makan Bisa Jadi Mewah**
Rapat ini jadi sinyal keras bahwa negara perlu duduk bareng semua pihak dan serius benahi soal pangan. Karena kalau lahan terus dijual, regulasi dibiarkan bentrok, dan harga pangan dibiarkan liar, maka urusan makan bukan cuma soal kenyang, tapi bisa jadi soal bertahan hidup.
(Anton)