SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Kota Ternate, Maluku Utara, menjadi wilayah dengan inflasi paling rendah di antara 90 kota yang dipantau oleh lembaga tersebut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS Setianto mengatakan inflasi di Kota Ternate, Maluku Utara, mencapai 3,26 persen pada November kemarin.
“Inflasi terendah dari 90 kota yang kami amati ada di Ternate sebesar 3,26 persen,” ujar Setianto dalam konferensi pers, Kamis (1/12/2022).
Inflasi di Ternate disebabkan oleh kenaikan berbagai harga komoditas seperti, tarif angkutan udara dengan andil 1,21 persen, bensin andil 0,66 persen, bawang merah andilnya 0,39 persen, dan bahan bakar rumah tangga memberikan andil 0,21 persen.
Sedangkan, inflasi tertinggi ada di wilayah Tanjung Selor, Kalimantan sebesar 9,20 persen pada bulan lalu. Komoditas pendorongnya adalah angkutan udara dengan andil 2,07 persen, bensin andil 1,27 persen, bahan bakar rumah tangga andil 0,87 persen, dan cabai rawit andil 0,37 persen.
Sementara, di wilayah lainnya, seperti Sumatera inflasi paling tinggi ada di Kota Bukittinggi sebesar 7,01 persen. Lalu, Jawa tertinggi ada di Jember sebesar 7,76 persen.
Kemudian, inflasi di Bali Nusa Tenggara tertinggi ada di Kota Kupang sebesar 7,30 persen dan di Sulawesi tertinggi ada di Kota Parepare sebesar 7,11 persen.
Beras Naik Tipis
Dalam kesempatan ini, BPS mencatat harga beras sebesar Rp11.877 per kilogram (kg) pada November 2022. Harga ini naik tipis dari Rp11.837 per kg pada Oktober 2022.
Deputi Bidang Statistik Disjas BPS Setianto mengatakan harga beras memang naik dalam empat bulan terakhir. Kendati, kenaikan saat ini tak sebesar sebelumnya.
“Kenaikan harga beras dalam empat bulan terakhir dipengaruhi oleh efek musiman, penurunan produksi beras menjelang akhir tahun dan penyesuaian harga BBM (pada September),” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, produksi beras memang turun sejak bulan lalu. Pada November produksi menjadi 2,24 juta ton, dibandingkan sebelumnya di Oktober sebesar 2,43 juta ton.
Kenaikan harga ini membuat beras memberikan andil ke inflasi. Pada Juli andilnya hanya 0,05 persen, lalu pada Agustus naik menjadi 0,54 persen.
Setelah itu, andilnya naik lagi menjadi sebesar 1,44 persen pada September 2020. Ini adalah andil tertinggi sejak Januari 2021. Pada Oktober andilnya turun tipis tapi tetap tinggi yakni 1,13 persen, dan pada November ini andil beras ke inflasi menjadi 0,37 persen.
“Komoditas beras terus mengalami inflasi, tapi dengan tekanan inflasi yang semakin melemah,” jelasnya. (wwa)