SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat, atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk obat Paxlovid sebagai obat Covid-19.
Paxlovid sendiri merupakan terapi antivirus inhibitor protease SARS-CoV-2, yang dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan farmasi Pfizer.
“Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg,” terang Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/7/2022).
Dia menambahkan, bahwa indikasi pemberian obat tersebut adalah untuk mengobati Covid-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan, serta yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju Covid-19 berat.
“Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama 5 (lima) hari,” sambungnya.
Kepala BPOM mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, secara umum pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi.
Efek samping tingkat ringan hingga sedang yang paling sering dilaporkan pada kelompok yang menerima obat, di antaranya:
- Dysgeusia atau gangguan indra perasa (5,6 persen)
- Diare (3,1 persen)
- Sakit kepala (1,4 persen)
- Muntah (1,1 persen)
Efikasi obat Paxlovid
Hasil uji klinik fase 2 dan fase 3 menunjukkan, Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi dan kematian hingga 89 persen pada pasien Covid-19 berusia dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit dengan komorbid, sehingga berisiko berkembang menjadi parah.
Adapun komorbid atau penyakit penyerta yang berkaitan dengan peningkatan risiko ini seperti lansia, obesitas, perokok aktif, riwayat penyakit jantung, diabetes, atau gangguan ginjal.
Paxlovid menjadi obat baru yang diberikan EUA oleh BPOM, setelah sebelumnya izin penggunaan darurat diberikan pada antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022).
Adanya tambahan jenis antivirus untuk penanganan Covid-19 yang memperoleh EUA ini, kata BPOM, menjadi salah satu alternatif penatalaksanaan infeksi virus corona di Indonesia.
Kepala Badan POM turut mengapresiasi kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak terkait, yaitu Tim Ahli Komite Nasional Penilai Obat, serta asosiasi klinisi yang telah mengkaji secara intensif hingga disetujuinya EUA obat Paxlovid tablet salut selaput.
BPOM menyebut akan terus memantau keamanan penggunaan Paxlovid di Indonesia bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Pihaknya juga melakukan pengawasan terhadap rantai pasokan Paxlovid agar keamanan, khasiat, dan mutu obat yang beredar dapat dipertahankan, serta mencegah penggunaannya secara ilegal.
Sementara, untuk mencegah peredaran obat secara ilegal, BPOM melakukan serangkaian kegiatan pengawasan mulai dari pengawasan pemasukan Bahan Baku Obat (BBO), pengawasan sarana produksi obat melalui pemenuhan aspek Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), dan pengawasan di sarana distribusi obat melalui pemenuhan aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB).
Selanjutnya melakukan sampling, dan pengujian terhadap produk obat yang beredar, serta melakukan sosialisasi atau komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan obat ilegal.
Penny pun mengimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat. Masyarakat diminta untuk menjadi konsumen cerdas dan menghindari mengonsumsi obat-obat ilegal.
“Pastikan hanya membeli obat yang telah memiliki nomor izin edar. Belilah obat di sarana resmi, yaitu apotek, toko obat, puskesmas atau rumah sakit terdekat atau secara online di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). Untuk mendapatkan obat keras tentunya tetap harus berdasarkan resep dokter,” ucapnya.
Selain itu, BPOM juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap displin menerapkan protokol kesehatan, sebagai upaya dalam memutus rantai penyebaran Covid-19.
Masyarakat diminta untuk bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat, obat tradisional, maupun suplemen kesehatan yang digunakan dalam penanganan Covid-19, serta tidak mudah terpengaruh dengan promosi produk dengan klaim dapat mencegah atau mengobati penyakit ini. (wwa)