SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa setiap pembentukan aturan pangan olahan selalu menerapkan good regulatory practies melalui rangkain prosess yang sistematis, transparan, dan akuntabel, dalam acara diskusi bareng ABC yang bertopik “Mengenal Proses Pembentukan Peraturan Produk Pangan Olahan di Indonesia”.
Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM Anisyah, S.Si, Apt, MP., mengatakan selain mempertimbangkan kajian berbasis risiko/evidence based dan regulasi internasional, pembentukan aturan pangan olahan juga melibatkan pemangku kepentingan pentahelix, yaitu akademisi, pelaku usaha, pemerintah, dan masyrakat.
“Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki, di mana pemenuhannya merupakan bagian dari HAM yang dijamin dalam UUD 1945, sebagai dasar mewujudkan SDM yang berkualitas,” kata Anisyah di Jakarta, Selasa (08/08/2023).
Anisyah juga menjelaskan, bahwa BPOM RI sebagai otoritas pengawas keamanan pangan olahan di Indonesia akan selalu memastikan setiap tahapan, mulai dari perencanaan, penyusunan, hingga penetapannya, diselenggarakan secara benar. Serta terdapat dua sisi tujuan pengawasan pangan, yang pertama adalah melindungi kesehatan konsumen dan yang kedua ialah keadilan perdagangan.
“Dari sisi perlindungan kesehatan konsumen tentu harus dipastikan adanya jaminan keamanan pangan dan mutu pangan, sementara dari sisi keadilan perdagangan utamanya menyangkut kemudahan dan kepastian dalam usaha serta perlindungan dari fraud dan kejahatan perdagangan,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Konsultasi Anggota Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Tetty H Sihombing menambahkan, bahwa kesadaran konsumen terhadap keamanan, mutu, dan manfaat pangan di Indonesia semakin meningkat.
“Kesadaran konsumen terhadap keamanan, mutu, dan manfaat pangan di Indonesia semakin meningkat. Apalagi didorong dengan pesatnya perkembangan teknologi pangan yang menghadirkan banyak inovasi produk makanan baru di tengah-tengah kita,” tambahnya.
Lebih dalam Tetty mengungkapkan, salah satu tantangan nyata, khususnya di era digital saat ini, adalah ketika setiap orang dapat mencari dan berbagi informasi tanpa batas, termasuk dalam menilai keamanan, mutu dan manfaat pangan dari produk yang dikonsumsinya.
“Setiap konsumen berhak mendapatkan informasi yang tepat, dari sumber yang kredibel, karenanya diperlukan upaya bersama untuk terus mendorong edukasi dan penyebaran informasi secara terintegrasi,” ungkapnya.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor yang juga pernah menjabat sebagai Vice Chair of CODEX Alimentarius Commission (2017-2021) Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi mengatakan tahapan pengembangan standar atau regulasi pangan perlu dilakukan secara sistematis.
“Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang ada. Setelah itu, ditetapkan tujuan yang ingin dicapai. Berbagai alternatif kebijakan kemudian dikembangkan dan dinilai cost-benefit-nya untuk mencari solusi terbaik,” katanya.
Sekedar informasi tambahan, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama dan menjadi produk yang diperdagangkan di seluruh dunia. Karena alasan itu, maka WHO dan FAO sejak tahun 1963 telah mendirikan Codex Alimentarius Commission, lembaga yang diberi mandat untuk mengembangan standar pangan internasional. (Red/DSK)