SUARAINDONEWS.COM, Bogor – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Jumat (3/6/2022).
Menurut Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun, Jokowi memberikan apresiasi atas hasil pemeriksaan yang tertuang dalam IHPS tersebut.
“Alhamdulillah kami pimpinan BPK baru saja bertemu dengan bapak presiden dalam kegiatan penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021. Bapak Presiden sangat mengapresiasi atas hasil dari pemeriksaan terkait yang di dalam substansi IHPS tersebut,” kata Isma Yatun.
Dalam pertemuan tersebut, BPK juga menyampaikan beberapa hal terkait dengan substansi yang ada di IHPS II tersebut mulai dari penguatan ekonomi hingga penguatan sumber daya manusia.
Menurut Isma Yatun, hal-hal yang terkait substansi tersebut tidak hanya ada di pusat tapi juga di sejumlah daerah di Tanah Air.
“Termasuk juga beberapa hal yang terkait dengan sumber daya alam dan kemandirian fiskal serta terkait dengan pangan,” ungkapnya.
Isma Yatun menyebut, Jokowi akan segera menindaklanjuti hasil dari rekomendasi pemeriksaan BPK tersebut. Ia pun berharap hasil rekomendasi BPK dapat memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kami berharap hasil rekomendasi BPK tersebut itu segera dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.
Sedangkan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi menjelaskan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyaluran bantuan sosial atau bansos yang terindikasi tak tepat sasaran dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 6,93 triliun.
Menurutnya, ada dana sebesar Rp 5,5 triliun yang disalurkan kepada nama-nama yang tidak masuk dan tidak terdaftar dalam Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Artinya, orang yang tidak ada di dalam daftar ikut menerima. Sehingga, dari Rp 120 triliun bansos, BPK melakukan sampling dengan pemeriksaan yang valid dan Rp 5,5 triliun tidak masuk dalam DTKS.
BPK lalu meminta Kementerian Sosial untuk memberikan daftar penerima bansos sejumlah Rp 5,5 triliun tersebut.
Achsanul mengatakan ada masalah pembaruan data, karena banyak daerah yang tidak tertib dalam memperbarui data penerima bansos di daerah masing-masing.
Diketahui, BPK menyebut ada indikasi tiga jenis bansos, yakni PKH, BPNT, dan BST, yang tidak tepat sasaran sebesar Rp6,93 triliun. Hal ini tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021.
Bahkan, tiga bansos tersebut diketahui diberikan kepada masyarakat yang belum terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan ada yang meninggal dunia.
Berikut indikasi BPK terhadap tidak tepatnya penyaluran 3 jenis bansos:
- Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di DTKS Oktober 2020. Tidak ada diusulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
KPM yang sudah dinonaktifkan.
KPM yang dilaporkan meninggal. 6. KPM bansos ganda.
Telah ditindaklanjuti
Sementara itu menanggapi temuan BPK, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyebut hal itu baru temuan sementara dan telah ditindaklanjuti oleh pihaknya dalam kurun waktu lima hari.
“Kami belum jawab temuan itu, temuan sementara, dikasih ke kami. Itu biasa. Jadi memang begitu,” ujar Risma saat ditemui wartawan di Kantor Kemensos, Jakarta, Jumat,(3/6/2022).
Mensos Risma menyampaikan, pihaknya telah diberikan waktu untuk menyelesaikan temuan tersebut oleh BPK. Namun ia tidak menjelaskan secara rinci besaran hingga jenis bansos yang telah diselesaikan.
“Kami harus jawab dan itu alhamdulillah selesai. Kita memang waktu itu mepet, kita harus kerjakan, dikasih waktu 1 minggu, alhamdulillah 5 hari kelar dan sudah bisa diterima,” tutur mantan Wali Kota Surabaya itu.
Walaupun ada temuan tersebut, politikus PDIP ini mengatakan Kemensos baru saja menerima penghargaan dari Ombudsman atas kepatuhan standar pelayanan publik dengan predikat kepatuhan tinggi dengan nilai capaian hasil senilai 81,05.
“Alhamdulillah saya dengar kita Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ada memang temuan itu, sifatnya sementara, nah itu harus kami jawab. Karena bukan hanya jawaban tertulis, tapi kami juga cek di lapangan ada atau tidak orangnya,”kata dia (wwa)