SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengingatkan para pekerja migran Indonesia (PMI) tentang bahaya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan menegaskan komitmen BP2MI dalam mencegah kejahatan ini melalui pembekalan yang diberikan kepada PMI.
“Di satu sisi, negara melakukan penguatan tata kelola penempatan, tapi di sisi lain, sindikat dan mafia penempatan ilegal terus bekerja dan ini terus kita perangi,” ujar Benny dalam acara pelepasan dan pembekalan PMI untuk penempatan di Korea Selatan dan Jerman yang diadakan di Jakarta.
Benny menjelaskan bahwa penempatan tenaga kerja Indonesia secara non-prosedural sangat berisiko menyebabkan mereka menjadi korban TPPO. Berdasarkan data Bank Dunia pada 2017, terdapat sekitar 9 juta PMI, namun data BP2MI di periode yang sama hanya mencatat 3,6 juta orang yang terdaftar resmi dalam sistem.
“Rentannya posisi PMI terlihat dari sebanyak 107.642 kasus PMI terkendala yang kami tangani dalam periode 2020 hingga 16 Mei 2024. Selain itu, BP2MI juga menangani 3.586 PMI yang sakit dan 2.456 jenazah PMI dalam periode tersebut,” jelas Benny. Ia menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka ditempatkan secara non-prosedural, dan 80 persen korban TPPO adalah perempuan.
Indonesia telah memiliki instrumen hukum yang kuat untuk mengatasi isu TPPO, termasuk Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Benny mendorong kolaborasi antara pemerintah, lembaga legislatif, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk mencegah penempatan non-prosedural yang berpotensi menjadi TPPO.
“Negara tidak boleh kalah,” tegas Benny Rhamdani, menggarisbawahi pentingnya perlindungan dan keamanan bagi pekerja migran Indonesia.
(Anton)