SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyelesaikan sidang tertutup Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung dengan memuaskan dan nilai mutu A. Dengan hasil tersebut, Bamsoet akan melanjutkan sidang terbuka yang digelar pada Januari 2023.
Mengambil tajuk penelitian ‘Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas’, Bamsoet ingin menunjukkan bukti ilmiah mengenai konsep PPHN.
“Disertasi ini berusaha untuk menemukan kebenaran ilmiah terkait konseptual Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan dalam rangka menghadapi revolusi industri 5.0 dan Indonesia emas,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (3/12/2022).
“Meskipun sebenarnya PPHN itu tidak harus identik dengan Garis-Garis Haluan Negara atau GBHN, namun pendiri bangsa telah memikirkan adanya satu pedoman atau arah bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok pokok pikiran sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” imbuhnya.
Hal itu diungkapkannya usai menyelesaikan ujian tertutup Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad).
Penelitian ini menggunakan tiga kerangka pemikiran, yaitu Grand Theory menggunakan Teori Negara Kesejahteraan (welfare state), Middle Theory menggunakan Teori Pembangunan, dan Applied Theory menggunakan Teori Hukum Transformatif yang diperkenalkan Prof. Ahmad M Ramli, sebagai ketua promotor.
Penelitian juga menggunakan perbandingan hukum atas penerapan pembangunan nasional yang dilakukan di 5 Negara, yakni Rusia, Jepang, Korea Selatan, Irlandia, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Bamsoet menjelaskan disertainya berusaha mengidentifikasi beberapa masalah. Pertama, bagaimana pembangunan nasional dapat berkesinambungan berdasarkan perjalanan peraturan perundang-undangan yang ada.
Kedua bagaimana konsep hukum dan ruang lingkup PPHN yang paling tepat diterapkan di Indonesia. Selanjutnya, yang ketiga bagaimana peran PPHN dalam menjaga kesinambungan pembangunan untuk menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman/arah atau direction untuk menjamin dan memastikan tetap berkesinambungan pada setiap pergantian pimpinan nasional atau daerah. Tidak ada uang negara yang sia-sia dan untuk memastikan pelaksanaan pembangunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa untuk menghadirkan PPHN tidak perlu amandemen Undang-Undang Dasar 1945,” jelas Bamsoet.
Lebih lanjut, Ia memaparkan pengaturan PPHN sebagai Directive Principles of Government Policies of Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Pertama, Perubahan terbatas UUD 1945 khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR menyusun PPHN dan mengawasi pelaksanaan PPHN oleh pemerintah.
Kedua, merevisi/menghapus atau judicial review Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sehingga TAP MPR dalam hirarki perundang-undangan hidup kembali dan tidak terbatas pada TAP-TAP MPR yang sudah ada sebagai disebutkan dalam penjelasan.
Ketiga, mengubah atau revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 dengan memasukan penambahan substansi kewenangan MPR dalam menyusun dan menetapkan PPHN.
Keempat, PPHN ditetapkan dalam sebuah undang-undang menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kelima, MPR menetapkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan lembaga tinggi negara untuk menghasilkan konsensus nasional yang berbasis pada kewenangan masing-masing lembaga tinggi negara. Hal ini untuk memastikan PPHN berjalan berkesinambungan, terintegrasi dan berkelanjutan mulai dari pusat hingga daerah. Mulai dari undang-undang hingga peraturan desa.
“Dari lima konsep di atas, konsep kelima merupakan konsep terbaik karena konvensi ketatanegaraan merupakan sumber hukum tata negara yang memiliki kekuatan hukum mengikat dalam praktik berhukum di Indonesia maupun internasional,” pungkas Bamsoet.
Sebagai informasi, Bamsoet memaparkan disertasinya di hadapan para penguji yang terdiri dari Ketua Sidang Prof. Huala Adolf, Ketua Promotor Prof. Ahmad M Ramli, Co Promotor Dr. Ari Zulfikar, Oponen Ahli yang juga Menteri Hukum dan HAM RI Prof. Yasonna Laoly, Oponen Ahli sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi ke-1 Prof. Jimly Asshiddiqie, Oponen Ahli Dr. Adrian Rompis, Oponen Ahli Dr. Prita Amalia dan Representasi Guru Besar Ahli Hukum Administrasi Prof. I Gde Pantja Astawa.
Para penguji tersebut nantinya juga akan menjadi penguji pada Sidang Terbuka Januari 2023, dengan tambahan penguji Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. (wwa)