SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyatakan, Indonesia saat ini sedang di persimpangan sejarah, karena posisinya sebagai bangsa baik secara nasional maupun global sedang rapuh.
Hal ini akibat terjadinya krisis kepemimpinan, dimana para pemimpin tidak bisa memanfaatkan krisis sebagai peluang, melainkan hanya dilihat sebagai ancaman belaka.
“Coba bayangkan Covid-19 ini pada mulanya muncul di China. Ketika kita mulai konsumsi vaksin juga dari China, meskipun menggunakan vaksin dari negara lain. Kita ini korban pandemi, tapi konsumen vaksin yang diproduksi oleh negara pandemi berasal,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (27/3/2021).
Hal ini disampaikan Anis Matta saat membuka acara OK GELORA Orientasi Kepartaian Pengembangan Teritori 3 untuk wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur, Sabtu (27/3/2021).
“Ini menjelaskan betapa rapuhnya posisi kita secara nasional dan sebagai bangsa, karena kita tidak mempunyai peta jalan yang jelas. Inilah yang saya maksud Indonesia sedang berada di persimpangan jalan,” ujar Anis Matta,
Menurut Anis, Indonesia harusnya memanfaatkan krisis akibat pandemi Covid-19 sebagai peluang, bukan ancaman.
Sehingga memiliki mental sebagai pemenang, dan menjadi bagian dari kepemimpinan dunia yang sejajar dengan negara besar dunia seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Rusia dan China.
“Pada 2013 lalu, saya sudah menuliskan sebuah buku gelombang ketiga. Apa saja jalan di masa lalu yang telah kita lalui, dan kemana kita berjalan di masa akan datang. Itulah peta jalan yang harus kita rumuskan bersama,” katanya.
Dengan peta jalan tersebut, lanjutnya, peluang Indonesia sebagai kekuatan kelima dunia terbuka. Apalagi pandemi Covid-19 ini telah mendisrupsi tatanan kehidupan secara global, yang membuat tidak efektifnya kepemimpinan global saat ini.
Akibatnya China muncul sebagai kekuatan baru, dimana yang tadinya ekonomi dunia dikuasai AS-Uni Eropa mencapai 80 persen, sekarang tinggal 40-60 persen.
“Asia muncul sebagai kekuatan ekonomi baru, dan china menjadi penantang Amerika sehinga terjadi perang supremasi diantara mereka saat ini,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Anis Matta, harus dimanfaatkan dan dilihat sebagai peluang untuk menjadi kekuatan lima besar dunia. Faktanya Indonesia juga sebagai negara G-20 dan GDP diatas 1 triliun dollar.
“Pencapaian Indonesia sebagai negara modern sudah bagus, tapi pencapaian itu tidak berimbang dengan potensi yang dimiliki. Potensi kita terlalu besar, tetapi pencapaian kita terlalu kecil. Ini yang sering saya sebut, langit kita terlalu tinggi, tapi kita terbang terlalu rendah,” katanya.
Anis Matta berpandangan tren sejarah Indonesia dari waktu ke waktu harusnya naik. Jika sekarang Indonesia menjadi negara modern yang secara ekonomi sudah cukup kuat, dan sekarang saatnya menjadi bagian dari kepemimpinan dunia.
Agar Indonesia efektif masuk dalam kekuatan lima besar dunia, yang harus diubah terlebih dahulu adalah mentalitas rakyatnya. Menjadi mentalitas pemenang dan pelaku sejarah peradaban baru Indonesia secara global.
Saat ini krisis narasi dan kepemimpinan yang terjadi di Indonesia harus segera diatasi, dan sekarang momentumnya. Setidaknya Indonesia memiliki tiga alasan untuk menjadi kekuatan lima besar, yakni sejarah, landscap politik global dan kondisi nasional saat ini.
“Hal ini akan menjadi energi perubahan yang positif bagi pelaku dan perawi sejarah masa depan Indonesia. Yakni satu cita-cita sosial, politik dan peradaban baru yang sama. Inilah waktunya kita masuk gelombang ketiga dalam sejarah kita,” pungkas Anis Matta. (wwa)