SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Langit dunia energi berguncang! Awan-awan perubahan berarak cepat di atas Menara Pertamina. Dalam sebuah langkah yang menggetarkan jagat korporasi nasional, pemerintah melalui Kementerian BUMN secara dramatis merombak jajaran direksi dan komisaris PT Pertamina (Persero) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), 12 Juni lalu. Gemanya tak hanya mengguncang ruang rapat elite, tapi juga menggema hingga ke telinga rakyat kecil yang bergantung pada energi negeri ini.
Di tengah pusaran perubahan tersebut, anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Haji Jalal Abdul Nasir, angkat bicara lantang. Suaranya menembus lorong-lorong kekuasaan, menggaungkan harapan rakyat yang rindu akan tata kelola energi yang bersih, kuat, dan berdaulat.
“Kita menghadapi tantangan besar dalam sektor energi: transisi menuju energi bersih, kebutuhan efisiensi korporasi, serta penguatan hilirisasi dalam negeri. Maka, perombakan ini harus dilihat bukan sekadar pergantian jabatan, tetapi sebagai langkah pembenahan struktural yang lebih mendasar!” seru Haji Jalal, penuh semangat.
Tak sekadar menyambut, Haji Jalal mencermati satu per satu wajah baru di tubuh raksasa energi ini. Simon Aloysius Mantiri tetap kokoh sebagai Dirut, sementara Oki Muraza dan Agung Wicaksono muncul bak dua ksatria baru yang diharap mampu membawa obor transformasi menuju cahaya kedaulatan energi.
“Beberapa figur yang ditunjuk punya integritas dan kapasitas teknis yang baik. Tapi ingat, ini bukan soal gelar atau CV yang ciamik. Yang terpenting: apakah mereka mampu menerjemahkan visi kedaulatan energi menjadi kebijakan konkret untuk rakyat?” lontarnya tajam.
Dan bukan hanya di ruang direksi, Dewan Komisaris pun diguncang energi baru. Mochammad Iriawan didaulat sebagai Komisaris Utama, disandingkan dengan Nanik S. Deyang sebagai Komisaris Independen—dua nama yang menurut Haji Jalal akan menjadi tembok pengawasan sekaligus benteng transparansi.
“Kehadiran figur independen sangat penting untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan mencegah penyimpangan! Pertamina ini bukan sembarang BUMN—ini adalah benteng energi bangsa!” katanya, seolah mengetuk nurani para pemangku kebijakan.
Namun, Haji Jalal tak mau perubahan ini hanya berhenti di permukaan. Ia mengingatkan dengan suara lantang: ini bukan soal ganti orang, tapi ganti paradigma! Kultur kerja, etika birokrasi, dan tata kelola internal harus direformasi habis-habisan.
“Holdingisasi energi melalui Danantara jangan jadi topeng yang mengaburkan akuntabilitas publik. Jangan sampai rakyat kehilangan kendali atas aset strategis mereka sendiri!” serunya, keras dan menggugah.
Akhirnya, politisi yang mewakili suara rakyat dari Dapil Jawa Barat VII ini menutup pernyataannya dengan satu pesan pamungkas—yang menggetarkan relung harapan publik:
“Perombakan sudah dilakukan. Sekarang saatnya membuktikan dengan kerja nyata, inovatif, dan penuh integritas. Jangan sekali-kali mengecewakan rakyat. Pertamina adalah tulang punggung energi nasional, dan rakyat sedang menatap dengan penuh harap!”
Kini, bola panas ada di tangan para direksi baru. Apakah mereka hanya menjadi pelengkap papan nama, atau benar-benar penentu arah sejarah energi Indonesia? Rakyat menunggu. Waktu akan menjawab.
(Anton)