SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti temuan indikasi kerugian negara sebesar ratusan miliar rupiah di PT Indofarma Tbk (INAF). Temuan ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif yang diserahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Mei 2024, yang mengungkap adanya indikasi pidana dalam laporan keuangan PT Indofarma Tbk yang merugikan negara sebesar Rp 371,83 miliar.
“Saya berharap Kejaksaan Agung dapat menindaklanjuti temuan ini dengan serius untuk menjaga integritas keuangan negara,” ujar Nevi dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Sabtu (1/6/2024).
Politisi Fraksi PKS ini menilai bahwa kasus ini bisa menjadi momentum bagi Kementerian BUMN untuk memperbaiki implementasi aturan Good Corporate Governance (GCG) dan nilai-nilai AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif).
Berdasarkan konferensi pers virtual pada 21 Mei 2024, Staf Khusus Menteri BUMN mengungkapkan bahwa permasalahan keuangan Indofarma dipicu oleh anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), yang tidak menyetorkan dana sebesar Rp 470 miliar dari hasil penjualan produk-produknya. Kondisi ini mengakibatkan Indofarma kesulitan membayar gaji karyawan, yang sejak tahun 2023 ditanggung oleh induk perusahaannya, Biofarma. Namun, Biofarma kini mulai membatasi pembayaran tersebut, sehingga karyawan belum mendapatkan hak mereka.
“Sebagai perusahaan terbuka, PT Indofarma Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan terbuka dan transparan kepada masyarakat terkait potensi kecurangan atau fraud yang terjadi,” tegas Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menyoroti bahwa kinerja keuangan Indofarma menunjukkan tren negatif. Pada tahun 2020, perusahaan mencatat laba sebesar Rp 27,58 miliar, tetapi pada tahun 2021, mengalami kerugian Rp 37,58 miliar, dan pada tahun 2022, kerugian membengkak hingga Rp 428,46 miliar. Hingga September 2023, kerugian tercatat mencapai Rp 191,69 miliar, salah satunya disebabkan oleh menurunnya penjualan obat generik.
“Direksi dan Komisaris harus menjelaskan langkah-langkah yang telah mereka lakukan selama lebih dari dua tahun kasus ini berlangsung. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan investor,” jabarnya.
Nevi Zuairina menekankan pentingnya penegakan sanksi hukum yang tegas jika ditemukan tindak pidana oleh jajaran manajemen PT Indofarma. Hal ini bertujuan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan dan memastikan bahwa pelaku penyimpangan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Selain menyoroti peran manajemen Indofarma, Nevi juga menekankan bahwa Kementerian BUMN harus melakukan evaluasi menyeluruh atas kasus ini. Evaluasi tersebut harus mencakup pengaturan pengawasan dari induk perusahaan, anak perusahaan, dan cucu perusahaan di bawah Biofarma serta BUMN lain yang memiliki struktur serupa. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa sistem pengawasan berjalan efektif dan mencegah terjadinya penyimpangan di masa mendatang.
Nevi berharap kejadian di Indofarma ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh BUMN. Ia juga mendorong seluruh karyawan, direksi, dan komisaris BUMN untuk mematuhi aturan GCG dan nilai-nilai AKHLAK BUMN. Dengan demikian, integritas dan profesionalisme BUMN dapat terjaga, dan perusahaan-perusahaan ini dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian negara.
“Saya menekankan pentingnya kerja sama antara BPK, Kejaksaan Agung, dan Kementerian BUMN dalam menangani kasus ini. Saya berharap agar investigasi dan penegakan hukum dapat berjalan lancar, transparan, dan akuntabel. Kami di DPR juga mengajak masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan demi menjaga keuangan negara,” tutup Nevi Zuairina.
(Anton)