SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-“Buka saja web di Dirjen AHU, itu ada catatan. Catatan bahwa sejak tanggal 19 Maret berdasarkan putusan sela PTUN pelaksanannya ditunda. Artinya apa? SK tersebut (OSO dan Herry) tidak bisa diberlakukan,” jelas H.Adi Warman, SH, MH, MBA, Kuasa Hukum DPP Partai Hanura Hasil Munaslub-II 2018 di Kantor Advokat Adi Warman, Grand Slipi Tower Jakarta Barat.
Hal tersebut terkait dengan putusan PTUN Jakarta tentang permohonan fiktif positif tertanggal 17 Mei 2018 yang menimbulkan kesalahpahaman dan salah persepsi media. Lantaran cukup menyita perhatian masyarakat Iuas yang dipicu dengan adanya pemberitaan terhadap putusan perkara a quo yang tendesius, menyesatkan bahkan membangun kebohongan publik yang menimbulkan keresahan bagi kader-kader dan simpatisan Partai Hanura serta membuat masyarakat umum terkecoh dengan fakta yang sebenarnya.
DPP partai Hanura hasil Munaslub-II tahun 2018, memang tengah mengajukan dua perkara ke PTUN Jakarta yaitu perkara gugatan dengan objek sengketa SK-01 kepengurusan OSO dan Herry Lontung dimana Penggugat adalah DPP Partai Hanura yang dipimpin oleh Daryatmo-Sarifuddin Sudding. Dan sebagai Tergugat I Menkumham serta Tergugat II OSO-Herry Luntung.
“Perkara tersebut dalam proses pemeriksaan saksi-saksi,”lanjut Adi Warman.
Sementara terkait permohonan fiktif positif yang telah dimainkan di beberapa media yang seakan dengan gugatan. Padahal bjek sengketanya berbeda yakni Permohonan DPP Hanura Hasil Munaslub tanggal 9 Januari 2018, membuat surat kepada Menteri, namun Tidak Dijawab.
Berdasar hukum UU Administrasi Negara, maka boleh mengajukan permohonan fiktif positif kepada PTUN. Perlu diketahui dalam hal ini bahwa pihaknya hanya Menkumham sebagai Termohon. Tidak ada pihak yang lain. Tidak ada intervensi atau tidak ada pihak OSO-HERRY disana. Jadi kalau ini dimainkan oleh pihak ketiga, ini sangat luar biasa. Karena dalam perkara ini tidak disebut gugatan tetapi hanya permohonan karena tidak ada sengketa, tegas Adi lagi.
Dan proses perkara permohonan fiktif positif dengan register perkara nomor : 12/P/FP/2018/PTUN -Jkt,Tanggal 17 April 2018. Bahwa Majelis hakim tidak memeriksa pokok perkara, substansi, dan materi permohonan Pemohon, sehingga menimbulkan pemberitaan yang beredar sengaja ‘digoreng’ oleh pihak ketiga terkait dengan putusan perkara ”a quo”. Akibatnya meresahkan para kader dan simpatisan Partai Hanura, dan masyarakat dapat terkecoh dengan fakta hukum,.
Dengan demikian, Surat Keputusan nomor:M HH- 01.AH.11.01 tahun 2018 mengenai kepengurusan Partai Hanura yang Ketua Umumnya, Oesman Sapta Odang (OSO), dan Herry Lontung Siregar sebagai Sektetaris Jenderal, ditunda pelaksanaannya atau yang bersangkutan tidak dapat melakukan kegiatan politik dan hukum lainnya termasuk mengajukan Calon Legislatif (Caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019 nanti,” ungkap Adi Warman mengingatkan.
Lebih lanjut Adi mengatakan bahwa yang berhak meneken tanda tangan untuk pencalegan Pileg 2019 dari DPP Partai Hanura ialah kepengurusan Oesman Sapta Odang (Odang) dan Syarifudin Sudding. Adapun kepengurusan itu secara hukum merujuk pada SK Menkumham Nomor M.HH-01. AH.11.01 TAHUN 2018 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Periode 2015 -2020.
“Yang berwenang menurut hukum administrasi negara,tentunya SK kepengurusan (Menkumham) Nomor 22 yang Ketua Umumnya OSO dan Sekjennya Sudding,” tutup Adi Warman.
(tjo; foto ist