SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pengacara Gatot Brajamusti, Ahmad Rifai menyambangi Kementrian Kesekertariat Negara, Jakarta, Senin (17/10/2016) untuk memberikan surat permohonan kepada Presiden Republik Indonesia, atas ketidak adilan yang diberikan kepada kliennya. Karena patut diduga ada “orang kuat” yang harus dilindungi atas perkara senpi kliennya, AA Gatot Brajamusti.
“Kita datang Kementrian Kesekertariat Negara karena ada satu hal yang sangat urgency yang harus diproses dalam hal ini,” kata Rifai usai di gedung Kementrian Kesertariat Negara.
Ada tiga point dalam surat tertutup untuk Joko Widodo tersebut. Pertama; meminta Presiden berkomitmen menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Kedua; komitmen mengungkap kasus secara tuntas. Agar kasus ini terang benderang. Ketiga; point terakhir, jangan sampai ada diskriminasi hukum, jangan sampai ada penzholiman hukum terhadap seseorang.
“Karena faktanya kalau dibiarkan, ada dugaan kuat seseorang mencoba menutupi hal yang sebenarnya terjadi. Ini yang tidak boleh,” jelas Rifai.
Kita harus berkomitmen, siapapun, dan kita harus berkomitmen untuk menegakkan hukum. Ketika ada proses hukum yg tidak benar, kita harus melawannya. Ini satu hal yang sangat penting, komitmen hukum, dan Presiden memiliki nawacita untuk membangun hukum ini secara baik dan berkeadilan.
“Kasus ini sudah ada indikasi dan memang ada yang sengaja menutupi fakta sesungguhnya. Ini yang tidak boleh. Kita bisa melihat dari berbagai indikasi. Mari kita ungkap bersama-sama, jangan orang lain dikorbankan. Padahal orang ini tdak melakukannya,” tambahnya lagi.
Sudah jelas, klien kami tidak memiliki sama sekali senjata api (senpi) tersebut. Bahkan tentang peluru juga tidak ada. Tetapi yang punya senpi orang lain. Kenapa indikasi pembuktian yang sangat jelas itu, tidak mau dilakukan penyidikan itu secara tuntas.
“Tidak bisa orang yang menerima titipan itu lebih dikejar, sementara orng yang aktif menitipkan barang tersebut, dengan leluasa beredar di masyarakat. Ini tdk boleh, karena ini berkaitan dengan kepemilikan senjata ilegal,” tutup Rifai.(ist/tjo; foto bor)