SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Sebanyak delapan fraksi DPR menegaskan menolak diterapkannya sistem pemilu proporsional tertutup. Kedelapan fraksi itu menggelar konferensi pers penolakan.
Mereka ialah, Partai Gerindra, Golkar, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, NasDem, dan PKS. Hanya Fraksi PDIP yang absen dalam konferensi pers tersebut.
Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Sebab, akan ada kekacauan dari para bakal calon legislatif (caleg) yang sebelumnya sudah didaftarkan oleh partai politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia menyebut sistem proporsional terbuka sudah diterapkan sejak lama. Terlebih, kini proses pemilu juga sudah berjalan.
“Sistem terbuka itu sudah berlalu sejak lama. Kemudian kalau itu mau diubah itu sekarang proses pemilu sudah berjalan. Kita sudah menyampaikan DCS kepada KPU,” kata Kahar dalam konferensi persnya di kompleks parlemen, Selasa (30/5/2023).
Kahar menjelaskan, para bakal caleg sudah memenuhi sejumlah syarat untuk mengikuti pemilihan legislatif pada 2024. Beberapa di antaranya adalah uji kesehatan hingga membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
“Setiap partai politik calegnya itu dari DPRD kabupaten/kota, DPR jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang, jadi kalau ada 15 partai politik itu ada 300 ribu (bakal caleg). Nah mereka ini akan kehilangan hak konstitusionalnya kalau dia pakai sistem tertutup,” ujar Kahar.
MK akan menerima gugatan kembali, jika mereka memutuskan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Sebab, akan ada ribuan bakal caleg yang kecewa dengan putusan MK tersebut.
Padahal, sistem proporsional terbuka merupakan putusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.
“Ya bagi yang memutuskan sistem tertutup, bayangkan 300 ribu orang itu minta ganti rugi dan dia berbondong-bondong datang ke MK, agak gawat juga MK itu. Jadi kalau ada yang coba merubah-ubah sistem itu, orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes,” ujar Kahar.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengkritisi jika MK benar akan mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka. Jika gugatan tersebut dikabulkan, ada potensi bahwa Pemilu 2024 akan menerapkan sistem proporsional tertutup.
Karenanya, ia berharap sembilan hakim MK objektif jelang putusan yang kabarnya akan dilakukan pada 31 Mei 2023. Apalagi masyarakat dan delapan fraksi di DPR sudah menyatakan penolakannya terhadap sistem proporsional tertutup. (wwa)