SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Banyak orang menganggap anak manja identik dengan tantrum saat keinginannya tidak terpenuhi. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap manja bukan hanya tentang egoisme atau terlalu dimanjakan.
Menurut penelitian yang melibatkan lebih dari 200 anak, sikap ini sering kali berakar pada kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, batasan yang tidak konsisten, serta kurangnya koneksi dengan orang tua.
Berikut lima tanda anak terlalu dimanjakan dan cara mengatasinya:
1. Sulit Menerima Kata “Tidak”
Anak yang sering menentang aturan bukan hanya karena aturan itu sulit, tetapi juga karena mereka bingung dengan batasan yang tidak jelas. Jika aturan sering berubah atau mereka merasa tidak memiliki kendali, anak bisa berontak sebagai cara untuk memperoleh kontrol.
“Daripada langsung mengatakan ‘tidak’, coba akui perasaan mereka. Misalnya, ‘Mama/Papa tahu kamu masih ingin bermain, tapi sekarang sudah waktunya tidur.’ Ini membantu anak memahami bahwa aturan dibuat demi keamanan dan kepercayaan, bukan untuk mengontrol mereka.”
2. Terlalu Mencari Perhatian
Anak yang selalu mencari perhatian bukan sekadar ingin menjadi pusat perhatian, tetapi bisa jadi mereka merasa kurang diperhatikan atau tidak yakin dengan posisi mereka dalam keluarga.
Misalnya, anak yang terus menyela saat orang tua berbicara atau selalu menempel dalam situasi sosial mungkin hanya ingin memastikan bahwa mereka dicintai dan dihargai.
“Luangkan 10-20 menit setiap hari untuk bermain bersama, mengobrol, atau sekadar mendengarkan mereka. Anak yang merasa cukup diperhatikan tidak akan mencari validasi berlebihan.”
3. Tantrum untuk Mendapatkan Keinginan
Tantrum bukan sekadar trik manipulasi, melainkan sinyal bahwa anak sedang kewalahan dan tidak tahu bagaimana mengelola emosinya. Biasanya, ini terjadi karena mereka merasa tidak didengar, tidak memiliki kendali, atau terlalu banyak stimulasi dari lingkungan.
“Tetap tenang, validasi perasaan mereka dengan mengatakan ‘Mama/Papa tahu kamu sangat kesal sekarang’, lalu tawarkan kenyamanan: ‘Mama/Papa di sini sampai kamu merasa lebih baik.’ Anak belajar mengatur emosinya dari koneksi, bukan dari kontrol.”
4. Enggan Bertanggung Jawab
Anak yang enggan membereskan mainan, menghindari pekerjaan rumah, atau mudah menyerah bukan berarti malas. Bisa jadi mereka terlalu sering dilindungi dari tantangan atau, sebaliknya, dipaksa mandiri sebelum siap.
“Berikan tanggung jawab yang sesuai dengan usia mereka. Libatkan mereka dalam tugas rumah tangga secara kolaboratif, seperti memasak bersama. Fokus pada usaha mereka, bukan hanya hasil akhirnya, agar mereka merasa lebih percaya diri dan mampu.”
5. Kurang Bersyukur
Anak yang tampak tidak bersyukur atau mudah frustrasi ketika tidak mendapatkan sesuatu bukan berarti selalu egois. Bisa jadi mereka merasa kurang didengar, kurang terhubung, atau tidak memiliki kendali atas hidupnya.
Jika anak terbiasa mendapatkan hadiah atau pujian materi tanpa adanya koneksi emosional, mereka cenderung kehilangan apresiasi terhadap hal-hal yang lebih bermakna.
“Tumbuhkan rasa syukur melalui kebersamaan, seperti memasak bersama, membuat kartu ucapan, atau berbagi cerita kecil yang menyenangkan. Hindari memberi hadiah setiap kali mereka melakukan sesuatu yang baik.”
Misalnya, jika anak membantu membersihkan rumah, daripada memberikan uang atau permen, katakan, “Terima kasih sudah membantu. Itu sangat berarti bagi Mama/Papa, dan tadi kita bersenang-senang bersama.”
Kesimpulan
Pada akhirnya, perilaku manja bukan soal jumlah mainan atau hadiah yang diberikan kepada anak, tetapi apakah kebutuhan emosional mereka terpenuhi. Ketika orang tua beralih dari sekadar mengontrol anak menjadi membangun koneksi yang lebih dalam, setiap momen sulit bisa menjadi kesempatan untuk menumbuhkan rasa percaya, keamanan, dan ketahanan emosional yang akan bertahan seumur hidup.
Bagaimana menurut kamu? Apakah kamu pernah mengalami situasi seperti ini?
(Anton)