SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Isu pengalihan empat pulau yang sebelumnya masuk wilayah Aceh ke Sumatera Utara kembali memanas. Senator DPD RI asal Aceh, Azhari Cage SIP, angkat suara dan mengecam keras langkah pemerintah pusat yang dinilainya sewenang-wenang dan melukai harga diri rakyat Aceh.
“Ini adalah perlakuan kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap Aceh. Ini soal harga diri, ini marwah Aceh!” tegas Azhari saat ditemui wartawan di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Desak Aksi Nyata dari Pemerintah Aceh
Azhari menilai Pemerintah Aceh tidak boleh diam. Menurutnya, Gubernur dan DPRA harus segera bertindak tegas.
“Gubernur dan DPRA jangan cuma bersurat. Ini penghinaan. Harus segera temui Mendagri dan protes langsung!” tegasnya.
Sebagai senator yang berasal dari Aceh, Azhari menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kedaulatan daerah.
“Saya dilahirkan dari Aceh. Tugas saya adalah memperjuangkan kepentingan daerah saya. Dan ini adalah kepentingan seluruh rakyat Aceh.”
Pertanyakan Dasar Hukum Pengalihan Pulau
Lebih lanjut, Azhari Cage mempertanyakan alasan dan dasar hukum pengalihan empat pulau tersebut. Ia menekankan bahwa secara geografis, historis, bahkan bangunan yang ada, pulau-pulau itu sudah sejak lama menjadi bagian dari Aceh.
“Atas dasar apa empat pulau ini bisa tiba-tiba dimasukkan ke Sumatera Utara? Bukti sejarah, geografis, dan bangunan jelas-jelas menunjukkan itu milik Aceh,” katanya.
Soroti Pelanggaran MoU Helsinki
Tak hanya itu, Azhari juga menyinggung MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian antara Aceh dan Pemerintah RI pasca konflik berkepanjangan.
“Dalam MoU Helsinki disebutkan bahwa batas Aceh mengacu pada peta per 1 Juli 1956. Kenapa sekarang wilayah yang sudah masuk Aceh justru dimasukkan ke Sumut?” protes Azhari.
Ajakan Bersatu untuk Rakyat Aceh
Di akhir pernyataannya, Azhari Cage mengajak seluruh masyarakat dan tokoh Aceh untuk bersatu memperjuangkan kembalinya empat pulau tersebut ke wilayah Aceh.
“Ini bukan soal ego daerah, ini soal harga diri. Kita semua harus bersatu untuk mengembalikannya.”
(Anton)