SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengakui hingga saat ini kesadaran konsumen terhadap produk sudah cukup baik. Tapi kesadaran konsumen tersebut masih bersifat pasif dan individual. Konsumen masih tidak bereaksi ketika ada potensi yang merugikan diri konsumen tersebut, bahkan orang lain.Dengan kata lain, kalau potensi merugikan orang lain, tetapi dirinya tidak kena, maka konsumen tersebut belum mau menggalang untuk bersama-sama meminta perlindungan.
“Konsumen baru akan komplain kalau kerugian itu menimpa dirinya. Tapi kalau menimpa orang lain, dirinya tidak dirugikan masih enggan. Jadi belum ada kesadaran kolektif dari konsumen, “ kata Tulus Abadi.
Tulus menambahkan fenomena medsos yang masif, menjadi tumpuan pengaduan bagi konsumen. Saat ini lokasi pengaduan bukan hanya di YLKI, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), bukan hanya di pemerintah, tapi masyarakat lebih gandrung mengadu ke medsos dan menjadi viral. Tetapi sayangnya, lanjut Tulus, konsumen ketika mengadukan persoalan ke medsos belum dilengkapi data valid terutama menyangkut apakah konsumen tersebut sudah menghubungi produsen atau belum.
Karenanya Tulus Abadai mengimbau konsumen bersikap hati-hati apabila melakukan pengaduan produsen ke YLKI terkait perdagangan transksi sistem elektronik. Konsumen disarankan berkomunikasi terlebih dulu dengan produsen dan YLKI akan melihat sikap atau respon dari produsen tersebut.
“Kalau belum berkomunikasi dengan produsen, maka pengaduan bisa menjadi kontraproduktif bagi konsumen. Karena bisa menjadi fitnah dan digugat balik oleh produsen atau aspek pidana lainnya, “ katanya.
Tulus menyambut positif langkah pemerintah mendorong konsumen melakukan transaksi digital. Tetapi pemerintah juga hendaknya juga memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam transaksi elektronik tersebut.
YLKI juga mengingatkan konsumen agar memiliki kehati-hatian lebih tinggi dalam melakukan transaksi perdagangan elektronik yang saat ini semakin tinggi fenomenanya. Pasalnya saat ini masyarakat masih belum mempunyai kesadaran atau masih asing tentang perlunya perlindungan data pribadi. Mayoritas masyarakat atau konsumen tidak mengetahui ketika mengisi data aplikasi tertentu, data tersebut akan digunakan untuk apa dan dikelola oleh siapa.
“Apakah itu nomor hp, email, alamat rumah atau kartu kredit. Itu harus jadi kewaspadaan tinggi terhadap perlindungan data pribadi karena kita belum punya uu perlindungan data pribadi yang baik, “ ujarnya.
Terkait hal tersebut, YLKI meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi agar mendorong terus dibuat UU perlindungan data pribadi. Demikian juga Kemendag agar segera menuntaskan Peraturan Pemerintah (PP) tentang perdagangan elektronik yang belum selesai. “Karena di satu sisi perdangangan elektronik memudahkan dalam transaksi. Tapi di sisi lain bisa menjadi bom waktu yang bisa merugikan konsumen kalau kita tidak super hati-hati bertransaksi digitalisasi, “ katanya..
PP Transaksi Elektronik Terbit 2017
Dalam kesempatan sama, Kepala Seksi Tim dan Pengawasan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, Hapsari Wikaningtiyas mengatakan mengatakan Draft RPP sudah sampai di Setneg dan ditargetkan bisa diterbitkan PP tersebut pada Agustus 2017. Penyusunan RPP ini bertujuan untuk membangun kepercayaan dan perlindugan kepada konsumen agar tercipta transaksi elektronik yang aman dan nyaman.
Hapsari mengatakan beberapa hal yang diatur dalam RPP untuk memberikan perlindungan kepada konsumen adalah adanya beberapa kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha penyelenggara perdagangan sistem elektronik. Salah satunya adalah memiliki identitas maupun legalitas usaha yang pasti dan jelas. Nantinya, pelaku usaha diwajibkan memiliki nomor identisas pendaftaran yang akan dikeluarkan Kemendag.
“Kewajiban lain adalah mengacu kepada UU perlindungan konsumen pelaku usaha transaksi perdagangan elektronik juga memiliki kewajiban untuk mencantumkan persyaratan teknis harga spesifikasi barang dan jasa yang ditawarkan termasuk memiliki layanan pengaduan dan sebagainya, “ katanya.
IDEA Bersikap Koperatif
Sementara Ketua Bidang Pajak Pengamanan Siber dan infrastruktur IDEA Bima Laga mengatakan sebagai pelaku usaha pihaknya bersikap koperatif dan tetap mengacu UU perlindungan konsumen. Hingga saat ini, anggota IDEA juga berpartispasi dengan Kemendag jika ada hal-hal yang dilanggar oleh anggota IDEA, maka akan bersedia dipanggil Kemendag.
Bima menjelaskan ada Tokopedia, tapi yang berjualan itu bukan tokopedia. Tapi user general content atau orang yang mengupload. Nah dimana batasan kewajiban dari tokopedia? Di sinilah IDEA melihat harus ada mekanisme apabila ingin melakukan perdagangan online.
Karenanya harus ada mekanisme jika ingin berdagang online. Sebagai pelaku usaha, harus memiliki customer service, dan syarat ketentuan pembelian barang/jasa. Sebab biasanya konsumen jarang sekali melihat syarat ketentuan pembelian jika ada hal-hal tidak berkenan.
Padahal di syarat ketentuan itu ada kotak saran, syarat ketentuan dan IDEA berpartisipasi berjualan barang-barang yang tidak boleh seperti Iphone7.
“Kita menurut instruksi Kemendag untuk tidak menjual Iphone7. Akhirnya kita blok semua Iphone7 yang belum secara resmi. Jadi hal seperti itu kita melindungan baik dari konsumen dan dari pelaku dari cyber policy, “ katanya.
Diakui bima, perdagangan online pasti simpel. Dulu ketika ada rekening bersama, ada syarat ketentuan penjual tidak mengirimkan barang selama tiga hari, itu tokopedia selaku market place akan membatalkan.
“Sekarang sudah menjadi 1 hari. Jadi sekarang sudah ada kemajuan waktu. Kita sebagai pelaku usaha sudah memberikan waktu sangat pendek karena jika dia serius harus merespon pembeli dalam 1×24 jam. Kalau tidak, duitnya tak akan ditransfer dan akan kembali ke pembeli itu sendiri, “ katanya.(Bams/EK)