SUARAINDONEWS.COM, Ketapang-Lima ekor orangutan, terdiri dari 3 jantan: Jacky, Beno dan Puyol, serta 2 betina: Oscarina dan Isin kini hidup bebas di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).
Kelima orang utan tersebut dilepasliarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Balai TNBBBR bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Ketapang, Rabu (11/11).
Sebelumnya, pada Februari 2020 TNBBBR juga melepasliarkan 5 ekor orangutan di lokasi yang sama. Kegiatan ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian.
Kepala Balai TNBBBR, Agung Nugroho berharap, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR ini mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya.
“Semua kegiatan dan kajian ini, dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan, dapat hidup aman, dan tercukupi pakannya,” ujar Agung Nugroho.
Ketika pelepasliaran dilakukan, lanjut Agung, bukan berarti kerja mereka telah selesai.
“Tim monitoring akan tetap bekerja selama lebih kurang tiga bulan ke depan, untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya,” jelasnya.
Kawasan TNBBBR dipilih sebagai lokasi pelepasliaran, mengingat kondisi hutannya sudah sesuai dengan keberadaan pohon pakan orangutan yang berlimpah. Meski jarak dan akses yang berat, kondisi ini menguntungkan untuk keamanan kelima orangutan tersebut.
Dibutuhkan waktu sekitar 27-28 jam dari Kabupaten Ketapang menggunakan transportasi darat dan sungai untuk menuju lokasi pelepasliaran ini.
“Dengan dilepasliarkannya 5 individu orangutan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orangutan di wilayah kerja Balai TNBBBR, yang terdiri dari 10 individu orangutan liar/translokasi, dan 41 individu orangutan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orangutan (PPKO) Ketapang,” jelas Agung.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangannya menyampaikan bahwa penyelamatan satwa berupa evakuasi, translokasi dan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan, merupakan bagian dari solusi konflik satwa dan manusia.
Perlu disadari bersama, bahwa sebagai bagian dari ekosistem dan sebagai bagian dari alam, manusia harus bisa menerima kehadiran komponen alam lainnya, termasuk satwa liar.
“Sudah waktunya masing-masing belajar hidup berdampingan dalam harmoni. Manusia sebagai makhluk yang dianggap paling cerdas, memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan dan menjaga harmonisasi alam,” ungkapnya.
Sebelum kegiatan pelepasliaran, kelima orangutan telah menjalani proses rehabilitasi, dan kajian medis serta perilaku. Sebagian besar mereka, berasal dari penyerahan masyarakat, dan beberapa bahkan telah menjadi satwa peliharaan masyarakat.
‘Jacky’, orangutan jantan berumur 7 tahun merupakan orangutan hasil penyerahan masyarakat di daerah Hulu. Kondisi Jacky pada saat diserahkan dalam keadaan sehat, meski sudah lama dalam pemeliharaan warga. Jacky berada di pusat rehabilitasi sejak bulan Agustus 2013.
Sedangkan ‘Beno’, merupakan orangutan jantan berumur 8 (delapan) tahun berasal dari daerah Simpang Dua, telah dipelihara dari tahun 2013.
Saat dievakuasi Beno dalam kondisi leher yang terikat rantai, serta ditempatkan di belakang rumah sang pemilik.
Orangutan jantan ketiga adalah Puyol, berumur 12 tahun, hasil penyelamatan pada Desember 2010 di Dusun Kelampai Desa Kedondong, Kendawangan.
Puyol ditemukan tim BKSDA Kalimantan Barat dan YIARI di rumah warga ketika Tim sedang melakukan penyelamatan orangutan lain. Puyol ditemukan dalam kondisi dirantai dan mengalami luka pada bagian perut dan lengannya.
Dua orangutan betina, ‘Oscarina’ dan ‘Isin. Oscarina merupakan orangutan peliharaan warga Pontianak berumur 11 tahun. Pada saat diserahkan Oscarina menderita penyakit kulit yang cukup parah.
Hal ini disebabkan pakan yang diberikan merupakan pakan manusia, sehingga besar kemungkinan penyakit kulit yang diderita akibat alergi.
Sedangkan Isin berumur 7 tahun berasal dari daerah Teluk Batang Kabupaten Kayong Utara. Isin ditemukan pada saat bermain di daerah perkebunan sawit yang berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Sebelum pelaksanaan kegiatan pelepasliaran ini, BKSDA Kalimantan Barat telah mendapatkan persetujuan dari Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (Dir. KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SE.8/ KSDAE/ KKH/ KSA.2/ 5/ 2020 Tanggal 20 Mei 2020 tentang Petunjuk teknis pelepasliaran satwa liar di masa Pandemi Covid-19, dengan menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid 19.
Diharapkan dengan pelepasliaran ini populasi orangutan di TNBBBR serta di Kalimantan Barat pada umumnya akan terus terjaga dan lestari. (Tumpak S)