SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Saat ini merupakan momentum yang baik untuk meningkatkan kinerja dan daya saing industri nasional. Ini karena mulai maraknya perluasan usaha yang dilakukan oleh para investor di Indonesia, seiring upaya pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif. “Kuartal kemarin, industri baja menjadi trigger pertumbuhan. Tentunya sektor ini menjadi andalan yang sustainable. Apalagi kita punya basis resources-nya.
Oleh karena itu kami terus mendorong investasinya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, usai melantik empat pejabat eselon I dan lima pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Peridustrian di Jakarta, Selasa (21/11). Sektor yang dapat diunggulkan dan berpotensi terus bertumbuh, yaitu industri makanan dan minuman (mamin) serta industri elektronika. “Industri mamin pemainnya sudah cukup banyak, mulai dari tingkat kabupaten, bahkan mereka sudah ada yang go international,” terangnya.
Sedangkan industri elektronika makin berpeluang, karena saat ini sudah memasuki era digital. “Jadi, internet of things ini mendorong industri elektronika akan bertumbuh besar, terutama untuk peralatan-peralatan sensor ataupun penerapan pada fasilitas-fasilitas manufacturing,” ungkapnya.
Menurut Airlangga, penguatan industri di sektor hilir akan memacu pendapatan negara lebih stabil. “Semakin banyak kita membuat barang yang ke arah hilir, berarti ketergantungan kepada komoditas impor menjadi turun,” terangnya. Hilirisasi industri mampu memberikan efek luas bagi perekonomian nasioal, antara lain peningkatan pada nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.
“Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB, industri juga mampu memberi kontribusi signifikan melalui setoran pajak,” paparnya.
Sinergi Antar Negara
Di tengah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia perlu bersinergi dengan negara-negara di kawasan tersebut seperti Thailand dan Vietnam. “Kedua negara ini bisa dijadikan benchmark. Misalnya di sektor otomotif, Thailand memiliki industri komponen yang banyak, sedangkan Indonesia memiliki domestik market lebih kuat. Apabila disinergikan, maka daya saing kita semakin meningkat,” ujarnya.
Dengan Vietnam, Indonesia bisa membidik untuk menjadi tujuan pasar ekspor dan penguatan rantai pasok tingkat regional bagi industri nasional. Apalagi Vietnam termasuk negara yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Eropa dan Amerika Serikat.
“Ada lebih dari 50 perusahaan Indonesia yang berinvestasi di sana, dan menjadi bagian dari packaging untuk consumer product mereka,” tuturnya. Bahkan produk dari industri mamin nasional banyak digemari konsumen di Vietnam. Ini mendorong pelaku industri lokal untuk berekspansi di negara-negara ASEAN.
Menariknya menurut Airlangga, Thailand juga tengah gencar menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match dengan industri. Pembangunan politeknik pun menjadi program prioritas. “Selain itu, jika industri membangun vokasi di Thailand, akan diberikan fasilitas insentif fiskal sampai 200 persen. Untuk mendorong R&D atau inovasi, mereka berikan insentif 300 persen. Jadi, insentifnya lebih jelas, sehingga sangat efektif,” ungkapnya.
Pejabat eselon I yang menduduki jabatan baru dalam proses rotasi, yaitu Harjanto yang sebelumnya Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) menjadi Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), serta I Gusti Putu Suryawirawan yang sebelumnya Dirjen ILMATE menjadi Dirjen KPAII.
“Tahun 2018 adalah tahun yang sangat penting, karena itu perlu mempercepat target pemerintah yang telah dicanangkan agar dapat dicapai pada tahun 2019, dan menjadi fokus utama kita,” papar Airlangga. Beberapa program yang perlu segera diselesaikan pihaknya, antara lain upaya memanfaatkan perkembangan teknologi digital untuk penerapan industri 4.0 di berbagai area, mobil pedesaan, mobil lsitrik, e-smart IKM, pembangunan kawasan industri khususnya di luar pulau Jawa, serta program pendidikan vokasi yang link and match dengan dunia usaha industri.
Selanjutnya, Soerjono yang sebelumnya Inspektur Jenderal menjadi Staf Ahli bidang Penguatan Struktur Industri, dan Imam Haryono yang sebelumnya Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) menjadi Staf Ahli bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Sementara itu, pada jajaran eselon II yang dilantik, yakni Supriadi sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro, Fridy Juwono sebagai Sekretaris Direktorat Industri Kimia, Tesktil, dan Aneka, Liliek Widodo sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Dadi Marhadi sebagai Inspektur I, serta R. Janu Suryanto sebagai Inspektur IV.(Nonie)