SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengajak masyarakat terlibat dalam politik dengan melakukan kritik yang konstruktif. Mengingat negara berada dalam daulat rakyat, maka kritik rakyat yang disertai saran arif, diharapkan akan membuat lembaga legislatif akan semakin maju.
“Ayo kalo perlu masyarakat yang selalu mengkritisi, menjadi anggota DPR dengan pilihan partai politik masing-masing. Artinya ini milik rakyat, oleh rakyat, ya untuk rakyat,” kata Taufik Kurniawan di hadapan para awak media, di media center DPR Jakarta, Selasa (29/8/2017)
Taufik menjelaskan, DPR pasca Reformasi 98 semakin transparan, segala macam aktifitas anggota dewan bisa terekam, disaksikan semua kalangan. Tranparansi informasi ini didukung oleh kemajuan teknologi yang menjadi pilar penentu demokrasi.
“Dulu belum ada media sosial, belum ada facebook, twitter, dan line. Orang kalo mau komunikasi hanya SMS, ini era reformasi, tapi sekarang dengan kondisi kemajuan teknologi informasi ini sedemikian cepat sekali,” jelasnya.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi saat ini kata Taufik, maka untuk membangun demokrasi yang maju, dibutuhkan sarana dan prasarana memadai untuk mendukung kemajuan itu sendiri. Hanya saja Taufik tak mengelak hal itu selalu dikaitkan dengan politik.
Sementara Fahri Hamzah menilai kritik kepada DPR selama ini, karena tradisi politik Indonesia bukan daulat rakyat, tapi daulat kerjaan.
“Federasi, kesultanan, dan yang dipertuan agung seperti Malaysia. Dan, Indonesia tak mengambil sistem kesultanan itu, tapi demokrasi Pancasila,” ungkapnya.
Bahkan kata Fahri, Indonesia pernah mengambil demokrasi liberal, presidensialisme sehingga posisi rakyat lemah dan eksekutif lebih dominan. “Kalau mau blak-blakan, eksekutif itu absolut karena mereka ini mengendalikan uang negara secara 100 persen,” katanya.
Namun demikian Fahri menyatakan kebanggaannya ketika di daerah DPR mendapat pujian masyarakat karena dana desa yang diperjuangkan melalui UU No. 6 tahun 2014 tentang dana desa sudah terealisir dan dinikmati masyarakat desa.
“Rakyat di desa mengelu-elukan DPR karena sukses memperjuangkan dana desa. Sebab, kalau tak ada UU Dana Desa, maka mereka tak bisa menikmati dana desa yang Rp 60 triliun itu,” katanya.(Bams/EK)