SUARAINDONEWS.COM, Islamabad,– Pertemuan ke-2 Komisi Bersama untuk review Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) telah berlangsung di ibu kota Pakistan, Islamabad. Hal tersebut dimaksudkan memperkuat hubungan perdagangan dan investasi antara Indonesi – Pakistan.
Dua isu penting yang menjadi pembahasan yakni upaya memetik manfaat lebih besar dari IP-PTA, serta kerja sama promosi perdagangan dan investasi. Apabila hal tersebut didorong secara signifikan, maka tidak ada alasan bagi kedua negara untuk tidak memperluas cakupan IP-PTA menjadi Trade in Goods Agreement atau bahkan Comprehensive Economic Partnership Agreement bila skema IP-PTA dirasakan kurang maksimal.
“Pertemuan yang sangat positif dan dilatarbelakangi hubungan bilateral yang begitu dekat, khususnya sejak berdirinya negara Pakistan. Kedua pihak menginformasikan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam perdagangan bilateral di bawah kerangka PTA, dan sepakat agar hambatan tersebut diatasi sedapat mungkin sebelum pembicaraan beranjak ke modalitas perundingan Trade in Goods Agreement,” ujar Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo, yang sekaligus sebagai Ketua Delegasi RI pada pertemuan itu.
Isu-isu yang dibahas mendalam oleh kedua delegasi di antaranya adalah terbatasnya akses pasar jeruk Kinnow ke Indonesia, potensi gangguan akses pasar produk kelapa sawit ke Pakistan, serta minat Pakistan untuk menyuplai kebutuhan Indonesia akan beras putih dan beras Basmati, peralatan bedah, dan daging sapi.
Sementara Indonesia menyampaikan permasalahan tarif tinggi pada beberapa produk kepentingan ekspor Indonesia seperti produk kelapa sawit dan kertas, serta kebijakan trade remedies Pakistan yang dirasakan terlalu agresif terhadap Indonesia.
Sejak diberlakukannya PTA pada 2012, ekspor Indonesia ke Pakistan meningkat tajam sementara ekspor Pakistan ke Indonesia justru menurun. Pada 2015, ekspor Indonesia ke Pakistan tercatat hampir mencapai USD2 miliar, sementara ekspor Pakistan ke Indonesia bertengger pada nilai USD174,5 juta, sehingga Indonesia menikmati surplus sebesar USD1,8 miliar.
“Kita perlu melihat perdagangan Indonesia dengan Pakistan dalam konteks yang lebih luas dan jauh ke depan. Karena neraca perdagangan yang terlalu pincang tidak akan sustainable dalam jangka panjang. Kajian Kemendag menunjukkan bila kita perluas cakupan konsesi tarif hingga 50 atau 75 bahkan 100% dari total pos tarif, neraca perdagangan akan tetap berpihak pada Indonesia sepanjang produk unggulan kita seperti kelapa sawit, kertas, produk kimia dan produk olahan unggulan lainnya tetap mendapatkan akses luas ke pasar Pakistan,” ungkap Iman. (tjo/yogi)