SUARAINDONEWS.COM, Tangerang-Meningkatkan peran para apoteker sebagai bagian dari pelaksanaan program-program nasional menuju Indonesia Sehat tak dapat dipungkiri lagi. Karena melalui para apoteker paradigma sehat dapat dibentuk dan ditularkan sebagai penguatan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Demikian hal tersebut tersirat dari ‘video message’ Menteri Kesehatan RI, Prof.Dr.dr.Nila F.Moeloek, Sp.M (K), dalam Temu Ilmiah Apoteker sekaligus Rapat Kerja Nasional Ikatan Apoteker Indonesia 2017 di Tangerang Selatan, Banten (6/9), yang bertemakan Improbing an Accessible and Trusted Pharmacist.
Sementara Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Maura Linda Sitanggang, menekankan pula pentingnya peran apoteker dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga menjadi kontributor utama pada resistensi bakteri.
Oleh karenanya, melalui sosialisasi dan edukasi tersebut, lanjut Maura, apoteker dapat pula membantu dokter dan masyarakat dalam penggunaan antibiotik yang benar dan tepat. Bahkan satu dasawarsa terakhir hampir di seluruh dunia tengah mengedukasi betapa pentingnya penggunaan antibiotik agar tak terjadi resistensi bakteri.
Seperti diketahui Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik adalah kemampuan alamiah bakteri untuk mempertahankan diri terhadap efek antibiotik. Antibiotik menjadi kurang efektif dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang menjadi target operasi antibiotik beradaptasi secara alami untuk menjadi “resisten” dan tetap melanjutkan pertumbuhan demi kelangsungan hidup meski dengan kehadiran antibiotik.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik melalui kontribusi manusia menjadi faktor risiko penting. Seperti melalui penggunaan antibiotik yang tidak tepat terkait dengan penggunaan antibiotik yang irrasional (penggunaan antibiotik yang sering dalam pengobatan sehingga dapat mengurangi keefektifan dari antibiotik tersebut, red).
Atau melalui penggunaan antibiotik yang berlebihan yang telah diresepkan dokter bahkan ketika pasien itu sama sekali tidak membutuhkan antibiotik. Atau dapat juga melalui penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama sehingga memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri yang lebih resisten.
Selain tersedianya antibiotik secara bebas di pasaran bahkan tanpa resep dokter. Oleh karenanya, tegas Maura, penjualan antibiotik harus melalui resep dokter dan para apotekerlah yang berkewajiban memantau atau mengkontrol penggunaan resep tersebut bagi kesehatan si pasien.
Dalam kaitan itu, Ketua Umum IAI, Dr.Nurul Fallah, sekaligus menggarisbawahi bahwa setiap apotek wajib memiliki apoteker atau dengan kata lain, kalau masyarakat menemukan apotek yang tidak memiliki apoteker (stand by, red) di apoteknya untuk segera mencari apotek lainnya atau ke apotek keluarga. Karena apoteker yang tidak ada di apoteknya tersebut telah melanggar displin, dengan konsekuensi dapat dicabut STR-nya.
Dan terkait Sumber Daya Manusia (SDM) Apoteker di seluruh Indonesia, Ketua Umum IAI, menyadari bahwa kini tercatat 65-70 ribu apoteker tersebar di seluruh Indonesia. Dan jumlah ini masih belum memadai dibandingkan dengan kebutuhan nasional untuk apoteker yang bisa menjangkau hingga ke pedesaan, daerah-daerah terpencil maupun perbatasan.
Oleh karenanya, IAI menghimbau pemerintah untuk lebih memerhatikan para apoteker seperti tenaga-tenaga medis lainnya. Khususnya dalam pemberian kesempatan dan tambahan insentif bagi apoteker-apoteker yang berada di pedesaan, daerah terpencil maupun perbatasan. Disamping tentunya penempatan apoteker sebagai aparatur negeri sipil (ANS) sudah harus ditinjau kembali, tutupnya.
(tjo; foto mull