SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Terkait polemik kepemimpinan BP Batam ex officio Walikota Batam yang menjadi catatan penting di akhir tahun 2018 ini. Tiga peneliti dari Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, menyarankan pemerintah untuk segera menuntaskan amanat PP UU No.53 Tahun 1999, sebagai solusi atas pembagian tugas dan kewenangan BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Tiga peneliti UGM tersebut yakni Dr. BM Purwanto, Dr. Arti Adji dan Dr. Gumilang Aryo Sahadewo saat ditemui di Jakarta sepakat kembali ke UU No.53 Tahun 1999, Pasal 21 yang sudah mengamanatkan dan sampai hari ini belum terwujud, yang mengatur hubungan antara BP Batam dan Pemko Batam.
“Ini bisa menjadi salah satu solusi jangka pendek yang kemudian bisa membuat keseimbangan antara BP Batam dan Pemerintah Kota. Keseimbangan ini sangat dibutuhkan tidak hanya untuk kepastian bisnis, tetapi juga bagi kepastian master plan dari Batam itu, misalnya 5 tahun atau 10 tahun kedepan. Sembari kemudian pemerintah pusat, dan Pemko serta BP Batam, duduk bersama memastikan desain yang terbaik itu seperti apa, itu yang harus dibahas lebih lanjut,” jelas Dr. Gumilang Aryo Sahadewo.
Jadi kami mengajukan kepada pemerintah, usulan untuk melakukan kajian. Apa resiko resiko yang bisa muncul dari potensi peleburan ini. Resiko inikan gamble yang pemerintah akan ambil. Kalau memang resiko itu tinggi sebetulnya pemerintah harus menarik ulang rencananya. Dan kemudian mengkaji, yang lebih optimal itu hubungannya seperti apa, antara BP Batam dengan Pemko Batam.
“Kami mendorong seperti itu. Tidak terburu buru. Karena ketika kita sedang bingung, tidak jelas, macam macam, lebih baik tidak mengambil keputusan yang drastik. Kita mengkaji secara kritis penyatuan itu. Karena itu dua hal yang berbeda. Justru karena belum diputuskan maka mari kita kaji secara cermat. Kami malah, usulnya diatur dahulu pembagian kewenangannya, diatur dahulu mekanisme kordinasinya, diatur dahulu proses pengambilan keputusannya, diatur dahulu berkordinasi dalam perencanaannya misalkan terkait penggunaan lahan, perizinan. Ini diatur dahulu, supaya jangan ada yang dirugikan. Dan bisa itu sebetulnya,” lanjut Dr. BM Purwanto.
Namun terlepas dari, polemik diatas para Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, kemudian mempertanyakan apakah memang kita sudah tidak memiliki harapan besar lagi mengenai Batam sebagai suatu pusat pertumbuhan bisnis dan perekonomian di Asia Tenggara, yang semula dicanangkan untuk bisa menandingi Singapura? Selanjutnya pertanyaannya apa sih fungsi fungsi yang dijalankan oleh BP Batam? Apakah fungsi fungsi yang dijalankan oleh Pemko? Bisakah dua fungsi itu dijalankan oleh satu pimpinan, yang orientasinya sebenarnya berbeda?
Bagi Dr. BM Purwanto, yang satu berorientasi profit, yang satu berorientasi pada layanan publik. Jadi berbeda sekali kriteria kriteria didalam pengambilan keputusannya. Ketika kita bicara Pelayanan Publik maka yang lebih banyak diperlukan adalah kestabilan, keteraturan, kepatuhan, seperti itu. Tetapi kalau kita bicara industri, bisnis, ekonomi, yang kita bicarakan apa, kreativitas, inovasi, fleksibilitas, bergerak cepat. Dua hal ini akan tidak bisa get along very well. Itu intinya.
Nah ini, sebetulnya masa masa kritis, untuk kemudian kita semua mengkaji agar supaya keputusan ini tidak ditunggangi atau diwarnai oleh kepentingan kepentingan yang lebih sempit, jangka pendek. Tetapi kita harus berfikir kepentingan jangka panjang, kepentingan yang lebih luas, lanjut Purwanto.
“Jadi ada dilema sosial. Antara kemanfaatan jangka pendek, kemanfaatan jangka panjang. Kemanfaatan kelompok tertentu, kemanfaatan lebih besar. Dan kalau kita memang ingin mendorong pertumbuhan perekonomian untuk kesejahteraan masyarakat. Maka seharusnya keputusan itu harus dikaji seksama. Tidak buru buru. Karena biayanya menjadi sangat mahal,” urai Purwanto.
Sementara ini kita mengatakan bahwa jangan terlalu terburu buru menyatukan itu. Karena dua fungsi ini harus tetap berjalan semua. Layanan publik harus berjalan, ini juga harus berjalan. Untuk sementara yang berani kita ajukan adalah segera mengatur hubungan dan kerjasama antara Pemko dan BP Batam. Yang itu harus dilandasi oleh suatu produk regulasi atau hukum yang kuat. Dan operasionalisasinya harus jelas. Sambil menunggu kita mau membawa kemana Batam ini, jangan buru buru, tegasnya kemudian. Karena dari kajian secara apapun secara praktik, secara teoritik, konseptual, itu susah untuk hal itu dijalankan (terkait rangkap jabatan, red).
“Kalau tujuannya itu memang ingin mengembangkan daya saing Batam sebagai pusat pertumbuhan industri dan perekonomian, mestinya harus dengan kendaraan yang berbeda. Kalau kemudian orientasinya itu adalah bagaimana pemerintah kota bisa memberikan pelayanan publik yang prima, pasti kendaraannya berbeda. Ini harusnya menjadi pilihan pilihan strategis pimpinan tertinggi, sebetulnya Batam mau seperti apa?” ungkap Purwanto.
Perlu produk hukum yang melandasi hubungan kerja tersebut, tegas Dr. Arti Adji, karena fungsinya kan yang satu Pelayanan Publik, yang satunya lagi bagaimana memajukan industri dan bisnisnya supaya profitable. Yang satunya, harus dikelola secara profesional.
Sedangkan yang satunya ini, karena tugasnya didesentralisasi fiskal, inikan membuat pemerintah menjadi dekat dengan masyarakatnya. Ini dua hal yang berbeda, maka kalau disatukan fungsinya menjadi tidak jelas, tegasnya lagi. Jadi memang dua fungsi yang berbeda, iya harus dua lembaga yang berbeda. Ketuanya harusnya beda. Tidak bisa dua badan kemudian satu pimpinan, kan nggak bisa. Dua fungsi yang berbeda, ujar Arti Adji.
Bisnis itu orientasinya kan jangka panjang, mereka sudah menanamkan investasi yang jumlahnya besar dengan harapan mereka bisa bertahan, kemudian mendapatkan keuntungan, berlanjut hingga 30 tahun 50 tahun atau bahkan 80 tahun, tambah Gumilang, sedangkan Pemko dalam konteks ini dipilih dalam sebuah siklus 5 tahunan. Bisnis can not effort untuk menghadapi situasi situasi seperti ini. Mereka butuh kepastian dan itu tidak bisa dihadirkan kalau pengelolaan itu oleh Pemko yang dipilih berdasarkan electoral saat itu. Dan bisnis belum tentu menjadi electoral saat dipilihnya Walkot tersebut. Saya kira itu satu poin penting yang menjadi resiko ketidakpastian yang bisnis hadapi, tutup Gumilang mengakhiri perbincangannya.
(pung; foto fu