SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), khususnya menyangkut keseriusan menjalankan pembatasan kegiatan yang dijalankan di Pulau Jawa dan Bali, terutama untuk daerah prioritas, dalam rangka mengendalikan penyebaran Covid-19.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 wilayah DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Banten, dan Bali di jakarta kemarin.
“Ini merupakan PSBB yang pertama kali dilaksanakan serentak dengan skala yang cukup masif. Dan memang untuk Jawa problema untuk pandemi ini tidak ringan, karena terdapat 150 juta penduduk dalam satu pulau dan tidak ada batas alam. Dengan banyaknya daerah administrasi provinsi, kabupaten/kota maka memang perlu ada keserentakan, ini pertama kali kita serentak, jadi mohon dukungan dari semua daerah, jangan sampai nanti ada daerah yang kendor atau tidak melaksanakan,” kata Mendagri Tito.
Pembatasan aktivitas masyarakat di beberapa daerah prioritas Pulau Jawa dan Bali akan berlangsung pada 11 hingga 25 Januari 2021. Mendagri meminta daerah konsisten melaksanakannya, sehingga tidak ada yang disebutnya sebagai efek pimpong terhadap penambahan kasus Covid-19.
“Hanya 2 minggu, satu saja yang tidak melaksanakan atau kendor itu akan mengakibatkan terjadinya efek pimpong, tidak berhasil, nanti dia akan pimpong ke daerah yang berhasil menurunkan. Oleh karena itu, ini sama-sama konsisten, jadi mohon kepada Bapak/Ibu Gubernur, kepala daerah mari kita laksanakan 2 minggu ini sekalian ketat, kemudian bila perlu bisa dikembangkan ke daerah lain yang sesuai dengan data daerah-daerahnya, selain daerah yang memang mungkin sudah disampaikan,” tegasnya.
Atas kebijakan pelaksanaan pembatasan ini, Mendagri juga meminta kepala daerah untuk berkoordinasi dengan stakeholder terkait, demi menyukseskan kebijakan serta menurunkan kurva penularan Covid-19.
“Kemudian mengenai masalah koordinasi, ini aturan sudah dibuat, tapi ini perlu dilaksanakan koordinasi bukan hanya dengam Forkopimda dan Satgas Covid yang harus kompak, tapi juga dengan stakeholder yang ada, misalnya asosiasi restoran, asosiasi hotel, ini diberikan penjelasan, sehingga mereka ngerem dari dalam,” tuturnya.
Testing agresif
Dalam kesempatan itu, Mendagri Tito Karnavian meminta Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan testing secara agresif dalam penanganan Covid-19.
“Kami melihat dan menekankan perlunya agresif testing untuk mendapatkan data yang sebenarnya, yang positif. Jadi kita memerlukan data real, untuk itu perlu kegiatan screening, screening itu bisa dilakukan dengan test antigen yang lebih murah atau dengan alat yang baru, yaitu alat dari UGM. Ini kami sudah mengusulkan kepada Menkes kiranya ada dukungan PCR di kabupaten/kota, tapi sebetulnya dengan kapasitas anggaran yang ada dengan realokasi di bidang kesehatan setiap kabupaten/kota itu sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengadakan PCR. Ini tolong bisa dilaksanakan, sehingga dapat diketahui data yang sebenarnya melalui testing yang lebih agresif,” kata Mendagri.
Mendagri juga mengungkapkan pentingnya pemeriksaan dini agar bisa mendapatkan perawatan dengan cepat. Tak hanya itu, dengan testing dan tracing yang agresif, diyakini dapat menghindari penularan Covid-19 ke orang lain. Kemudian, pelacakan dilakukan pada kontak-kontak terdekat pasien positif Covid-19 yang diusulkannya melalui pembentukan tim khusus.
“Kemudian dilakukan tracing, kami sudah menyampaikan tadi usulan untuk tracing, ini tracing harus dilakukan oleh tim yang dibentuk untuk itu, yang lain yang sudah bekerja di bidang lain ini relatif nanti tidak fokus, mungkin bisa untuk mereka yang menganggur, banyak yang sekarang mungkin kehilangan pekerjaan, ditarik untuk menjadi tenaga tracing di daerah masing-masing, kemudian diberikan insentif bahkan isentif kalau dia bisa menemukan kontak-kontak yang lain, demikian akan terjadi kegiatan masif yang agresif tracing, untuk bisa melakukan perawatan sedini mungkin,” tandasnya.
Sementara untuk treatment, Mendagri juga menyarankan agar setiap daerah di tingkat provinsi memiliki fasilitas khusus penanganan pasien Covid-19.
“Kemudian saran juga kalau bisa setiap provinsi, kami sarankan untuk Bapak/Ibu Gubernur mungkin perlu dipikirkan agar rumah sakit khusus terinfeksi, dari tinjauan kami di beberapa daerah pada saat bulan Juni-Juli, 6 daerah kami kunjungi sebagian besar itu pasien Covid ini dirawat di RSUD yang sebetulnya itu berisiko, karena yang Covid ini tidak boleh dengan orang-orang yang komorbid, sementara di rumah sakit itu dirawat orang-orang yang sakit, mungkin sakit jantung, ginjal, diabetes, dan lain-lain, meskipun tempatnya agak terpisah ruangannya tapi peralatannya, dokternya, perawatnya sama, ini akan dapat berisiko, sehingga mungkin perlu dipikirkan membuat rumah sakit infeksi, baik dari anggaran APBN dari Kemenkes atau dari PUPR, juga daerah-daerah yang memiliki jumlah kapasitas fiskal yang cukup kuat, ini mungkin dapat membuat minimal satu di tiap provinsi,” jelas Mendagri Tito.
3T (testing, tracing, dan treatment) merupakan langkah yang sama pentingnya dengan 4M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan). Kedua hal tersebut diyakini dapat memutus rantai penyebaran Covid-19. Oleh karenanya, Mendagri meminta kepala daerah untuk serius dan dapat mengimplementasikan keduanya melalui berbagai kebijakan. (wwa)