SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Anggota DPR Arteria Dahlan menyesalkan tindakan inspeksi mendadak (sidak) Gubernur Jambi Zumi Zola seraya bersikap marah yang dilakukan saat Jumat (20/1) dinihari. Langkah Zumi Zola tersebut dinilai tidak etis dan kurang pas sebagai seorang Gubernur. Terlebih provins Jambi dikenal sebagai suku Melayu yang menjunjung tinggi nilai peradaban.
“Ini preseden buruk. Jangan ikuti gaya cowboy para kepala daerah yang sempat populer belakangan ini. Ingat Melayu itu peradabannya tinggi. Ada pepatah “Alun takilek lah takalam”. Menegur tanpa perlu berucap sekalipun, Ini kan adat dan budaya kita yang begitu hebatnya. Kejadian ini jangan jadi polemik, ” kata Arteria di Jakarta, Minggu (22/1).
Gubernur Jambi Zumi Zola dalam sidaknya ke RSUD Raden Mahatter marah karena melihat beberapa kamar perawatan tidak layak dihuni dan kondisi RS yang kumuh dan jorok. Emosi Zumi Zola kian tak terkendali keyika melihat banyak fasilitas RS tak befungsi dan beberapa fasilitas tidak bisa dipakai saat dalam keadaan darurat.
Mengingat sebagai Gubernur yang masih muda, politisi PDI Perjuangan itu memberikan masukan kepada Zumi Zola agar tidak mengikuti gaya pemimpin jaman dua tahun silam.
“Era sudah berubah, rakyat butuh pemimpin yg santun. Beliau masih muda masih panjang dan bisa lebih cerah masa depannya, ” ujar politisi dapil Jatim itu.
Arteri mengaku tidak tahu maksud dan tujuan serta efektivitas Zumi Zola melakukan sidak saat dini hari. Jabatannya sebagai Gubernur dan kepala pemerintahan daerah tertinggi berdasarkan UU, memiliki alat kelengkapan daerah, termasuk Inspektorat, Baperjakat, dan kepala RS pun Gubernur yang menentukan.
“Seandainya pun tak ada alat kelengkapan negara lainnya yang bisa, lakukan upaya korektif dan pasti hasilnya akan lebih efektif, ” ujarnya.
Arteria mengatakan mestinya Zumi Zola melakukan tindakan bijak apabila menemukan ada bawahannya melanggar aturan. Gubernur memiliki kewenangan untuk memanggil, menegur dan mengganti kepala rumah sakit, ” ujarnya.
“Beliau bisa perintahkan Inspektorat untuk melakukan pengawasan. Kalau ada indikasi penyimpangan pidana, bisa bisa minta bantuan Polda dan Kejaksaan, bisa menggandeng Ombudsman Jambi untuk lakukan pengawasan dan lainnya. Bukan sebaliknya,” ujarnya.
Ditambahkan Alteria, tenaga medis di Jambi merupakan pegawai yang mengikuti atasan. Tindakan Gubernur Zumi Zola yang marah-marah justru merendahkan kapasitasnya sebagai seorang Gubernur yang harusnya mengomi semua pihak.
“Kalau yang diatasnya tertib dan disiplin biasanya ke bawahnyan pun berdisiplin dan tertib. Tegur saja direktur RSUDnya. Kalau pun terbukti pecat atau ganti saja tapi bukan dengan cara marah-marah seperti itu, “ ujarnya.
Lebih jauh kata anggota komisi II DPR itu, apabila pelayanan publik buruk, Gubernur pun tidak bisa serta merta menyalahkan langsung menyalahkan aparaturnya. Pasalnya saat ini, seorang aparatur pelayan publik atau tenaga medis dibebankan untuk melayani banyak orang melebihi standar. Padahal mayoritas statusnya, kesejahteraannya, jaminan kerja dan jaminan purna tugas, belum ada jaminan.
“Mereka kebanyakan honorer yang kita semua cenderung melupakan kesejahteraannya. Belum lagi kalau kita bicara mafia aparatur, jangan-jangan proses rekruitmen di RSUD bermasalah dan tidak mengikuti sistem dan bertendensi KKN, belum bicara fasilitas standar pelayanan bagi aaparatur dan lainnya,” ujarnya.(Bams/EK)