SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-DPD RI menilai Undang-Undang Pilkada saat ini masih menyisakan beberapa permasalahan dan perlu ada perbaikan, dengan memperhatikan kekhususan masing-masing daerah. Dengan kewenangan yang dimiliki, Komite I DPD RI akan mengajukan inisiasi Perubahan UU Pemilihan Kepala Daerah dimaksud, dengan harapan demokrasi Indonesia khususnya Pemilihan Kepala Daerah betul-betul dapat mencerminkan aspirasi masyarakat.
“Dan secara mekanisme sesuai dengan asas-asas pemilu serta menghasilkan kepemimpinan daerah yang kredibel dan profesional,” ujar Teras Narang dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komite I DPD RI dengan Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (14/1/2020).
RDP dengan agenda pembahasan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota itu, Wakil Ketua Komite I Abdul Kholik mengungkapkan, UU Pilkada yang berlaku saat ini telah melalui beberapa kali revisi. Revisi dilakukan terhadap UU No. 1 Tahun 2015 yang telah mendekonstruksi sistem pemilihan Kepala Daerah, sampai yang terakhir UU No. 10 Tahun 2016, yang masih menyisakan banyak persoalan dalam pelaksanaannya.
“Menurut pandangan DPD beberapa permasalahan tersebut antara lain masih maraknya politik uang, persyaratan calon yang belum memberikan keadilan bagi semua pihak, permasalahan calon tunggal, proses Pilkada yang lama terutama masa kampanye, masih adanya regulasi yang tumpang-tindih sehingga tidak harmonis, bahkan penetapan DPT juga masih bermasalah,” ujar Senator Jawa Tengah tersebut.
Sementara Djohermansyah Djohan menilai, sangat penting DPD RI dilibatkan untuk perbaikan atau revisi UU Pilkada. Karena menurutnya, revisi UU tersebut jangan secara makro one policy for all, tapi juga harus melihat kultur realita politik lokal. Menurutnya kelemahan kebijakan Pilkada yang paling fatal adalah menyeragamkan sistem Pilkada. Semua kepala daerah dipilih langsung, padahal Indonesia ini plural.
“Kata orang Padang, di mana bumi dipijak di sanalah langit dijunjung. Lain lubuk lain pula ikannya. Ini keaslian kultur kita yang berbeda-beda tetapi tetap satu.
Ditambahkan Djo, revisi UU Pilkada harus memperhatikan nilai komunalitas di daerah, parameter demokrasi lokal, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, juga kemampuan keuangan daerah. “Hal itu jangan diabaikan, kalau tingkat kehidupan masyarakat masih rendah, masyarakat akan masih susah berdemokrasi, karena pasti akan terjadi distorsi dan berbagai penyimpangan,” kata Djo.(Tjo/AM)