SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Said Didu mengingatkan jangan sampai kita habis waktu mengurusi kewenangan siapa yang mengelola Kawasan Batam, namun sementara tujuan dibentuknya kawasan ini dilupakan. Demikian hal tersebut dikemukakannya, saat Talkshow Akhir Pekan Terhangat di sebuah Radio swasta (22/12) di D’ CONSULATE Cafe & Lounge, Menteng – Jakarta Pusat, yang bertajuk BATAM, Mau Diapain? Dengan narasumber diantaranya Ahmad Riza Patria (Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI Fraksi Gerindra), Laode Ida (Komisioner Ombusdman RI), Jadi Rajagukguk (Ketua Kadin Batam), Enny Sri Hartati (Direktur INDEF), Said Didu (Pengamat Kebijakan Publik), Dwisunu Hanung Nugrahanto (Politisi PDIP) serta dimoderatori Margi Syarif (MNC Trijaya).
Lebih jauh, Said Didu yang kini menjadi pengamat Kebijakan Publik, justeru mempertanyakan seberapa besar niat Pemerintah untuk mempertahankan Kawasan Batam sebagai kawasan unggulan industri dan perdagangan yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga Batam.
“Kalau Pemerintah sudah tidak ada niat lagi, maka kita sudahi saja pembicaraan tentang Kawasan Batam. Berebut saja kewenangan. Lupakan pembangunan Batam. Habis Waktu. Kawasan Batam korban nyata yang bagus jadi rusak ,” tegas Said Didu.
Seperti diketahuinya, bahwa pembentukan Kawasan Batam itu untuk mengeleminir aturan aturan yang ribet. Dan semenjak Gubernur dipenjara gara gara bagi bagi tanah di Kawasan Batam, tata ruang Kawasan Batam yang sudah ditata rusak dan perkembangan industri disana amburadul.
Said Didu memberikan solusi terkait ‘Kisruh Kawasan Batam’ yakni Pertama, dengan memisahkan Kawasan Batam dengan 8 Pulaunya yang menjadi wewenang BP Batam tanpa intervensi Pemerintah Kota Batam. Kedua, Pemerintah Kota Batam untuk fokus mengelola Pulau Pulau lainnya diluar 8 Pulau tersebut.
Isolasi Kawasan Batam dari kepentingan politik, baru kemudian memikirkan rancangan kebijakannya. Jadi lebih baik buru buru tapi lama difikirkan daripada buru buru tapi tak pernah difikirkan, jelas Didu.
Sedangkan Dwisunu Hanung Nugrahanto (Politisi PDIP Batam), menilai bahwa apa yang dilakukan Darmin Nasution sebagai Menko Ekuin terkait rencana menyelesaikan dualisme dan kewenangan Kawasan Batam, blunder. Bahkan Dwisunu yang akrab disapa Bang Anton ini, juga mencurigai adanya sesuatu yang tidak fair karena ada satu partai yang ‘diuntungkan’. Padahal 3 bulan yang lalu persoalan tersebut sudah menyeruak dan hangat dibicarakan masyarakat. Dan konyolnya tak ada satu pun yang mempertimbangkannya dari sisi geopolitik Kawasan Batam.
Bagaimana Kawasan Batam yang dahulu dibawah kordinasi Presiden, kini justeru berada dibawah Walikota? Hal ini juga patut dikritisi, urai Dwisunu, lantaran logikanya menjadi berantakan. Penyimpangannya diprediksikan bakal besar besaran. Aturan Undang Undang ditabrak semua.
“Jadi jangan pernah berbicara soal kawasan lain seperti Kawasan Bitung, Kawasan Jayapura dan sebagainya jika Kawasan Batam saja nggak beres. Ada apa ini. Jangan karena persoalan 1.5 juta penduduk Batam mengorbankan kepentingan hampir 300 jura rakyat Indonesia, geramnya.
Dwiwisnu pun melihat Presiden Jokowi sudah bertindak cepat dan tepat, namun mungkin diterjemahkan berbeda oleh kewenangan dibawahnya. Kita harus mendalami dahulu motifnya apa? Patut diduga ada operasi politik di balik ini, tidak? Kenapa harus cepat cepat diputuskan? Apakah terkait logistik politik juga? Kenapa tidak setelah Pilpres?
Sementara disisi lain, Riza Patria selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra, menyoroti rencana penggabungan kewenangan Walikota Batam dengan BP Batam, mau tidak mau masuk dalam ranah politik. Karena jabatan Walikota merupakan jabatan politik yang diperebutkan oleh para partai partai politik. Dirinya menilai, ini cara cepat pemerintah ingin mengakhiri kisruh malah membuat kisruh yang baru.
Kawasan Batam diketahuinya, beberapa tahun belakangan saja nampaknya stagnan bahkan sempat menurun. Ini menunjukkan ketifakmampuan pemerintah mempercantik Kawasan Batam untuk diminati para investor. Bagaimana investasi masuk? Dan dualisme kewenangan Kawasan Batam yang dipersoalkan kini akan melanggar Undang Undang No.23 Tahun 2014, Undang Undang No.1 Tahun 2004, serta Undang Undang No.53 Tahun 1999.
“Jadi harus komprehensif penyelesaiannya, karena Kawasan Batam kawasan menarik bagi investasi. Persoalan Batam bukan persoalan Walikota dan partai politik pendukungnya. Apalagi pemerintahan kan akan berganti ganti setiap lima tahun sekali. Ini persoalan kepemimpinan dan leadership sesungguhnya. Ini menunjukkan lemahnya ekonomi kita. Tiga UU akan Dilanggar, ini berbahaya. Ini kebijakan politik sepihak dan patut diduga ada urusan kepentingan dagang didalamnya ,” jelas Riza Patria lagi kemudian seraya menyudahi pemaparannya.
(pung; foto tim6