SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Angka prevalensi perokok pemula (usia 10-18 tahun) di tahun 2019 telah mencapai angka 9,1 persen. Hal ini jauh dari target RPJMN Jokowi-JK yang menargetkan angka tersebut turun menjadi 5,4 persen pada tahun 2018. Alih-alih menurun, justru angka prevalensi perokok pemula meningkat hampir dua kali lipat.
Demikian Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan fakta pengendalian tembakau di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Indonesia sudah menjadi negara dengan perokok termuda tertinggi di dunia. Oleh karenanya kami menunggu upaya konkrit dari Presiden terpilih untuk mengatasi hal ini, sesuai dengan janji Nawa Cita II yang akan fokus pada penguatan Sumber Daya Manusia, tegas Hafizh Syafa’aturrahman, Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, saat menjadi pembicara dengan tema Memperluas Gerakan Pengendalian Tembakau di Indonesia di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta (28/5).
Hal yang lebih memprihatinkan yakni bahwa berdasarkan proyeksi Bappenas, angka prevalensi perokok pemula diperkirakan akan terus meningkat, bahkan menjadi 16 persen pada tahun 2030 nanti. Dan Presiden Indonesia terpilih diharapkan tidak perlu takut untuk membuat kebijakan yang pro terhadap pengendalian tembakau. Sebagai bentuk perlindungan negara terhadap semua kalangan, tanpa terkecuali.
“Kebijakan yang pro terhadap pengendalian tembakau sebenarnya merupakan bentuk Protection for All. Sebuah langkah proteksi negara kepada warga negaranya, termasuk terhadap kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan. Tanggung jawab tersebut harusnya diemban oleh negara, bukan disediakan oleh pihak-pihak lain, ” sambung Sudibyo Markus, Koordinator Program Nasional Indonesia Institute for Social Development, dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, dalam “Gerakan Tribun Tanpa Asap”, yang di inisiasi The Jakmania, mendorong stadion sepakbola bebas dari segala bentuk asap, termasuk asap rokok. Bahkan Andritany Ardhiyasa, Kapten Timnas sepakbola senior dan Persija Jakarta bersama Ferry Indrasjarief, Ketua Umum The Jakmania, mendukung penuh Gerakan Tribun Tanpa Asap, karena di tribun orang mau menonton dengan aman, nyaman dan tiada penyakit.
“Untuk para suporter dan penonton yang masih merokok di dalam stadion, coba stop. Karena hanya 90 menit, anda tidak memegang batang rokok. Dan stadion itu tidak hanya milik anda, tapi juga milik orang-orang yang ingin menikmati sepakbola,” tegas Andritany dalam video testimoninya.
Tak sampai disana saja, inisiator Gerakan Tribun Tanpa Asap, Ferry Indrasjarief, pun mendesak PSSI untuk membuat regulasi khusus mengenai Tribun Tanpa Asap, di mana semua klub sepakbola di Liga Indonesia diwajibkan untuk memiliki program serupa.
“Saya pribadi mendukung program itu, karena sepakbola untuk semua. Football for All. Jadi semua berhak untuk datang ke stadion tanpa merasa terganggu oleh asap, terganggu oleh pemandangan yang tidak enak,” tambah Ferry.
Disamping Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau, mendorong pula PSSI untuk mengadopsi kebijakan “Tobacco Free Policy for FIFA Events”, yakni sebuah bentuk komitmen FIFA untuk menolak segala bentuk kerja sama dengan industri rokok, baik rokok konvensional maupun elektrik.
FIFA saja sudah tidak menerima bantuan sponsor dari industri rokok. Bagaimana dengan PSSI sendiri? Kita masih melihat ada bantuan sponsor rokok terselubung di dalam program Garuda Select. Kita juga masih bisa melihat bantuan sponsor rokok di beberapa klub sepakbola tanah air.
“Kami berharap PSSI segera mengadopsi kebijakan FIFA terkait Tobacco Free Policy tersebut,” desak Ifdhal Kasim, Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau, dalam akhir perbincangannya.
(pung; foto dok