SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Berpangkal pada utang piutang, Rezky Herbiyono kepada Iwan Cendekia Liman, dimana Rezky sebenarnya mencoba membayar utang Rp 30 miliar menggunakan cek salah satu bank pemerintah pada September 2015. Dengan pembayaran ini, sisa utangnya menjadi Rp 34,2 miliar. Tapi Rezky kembali meminjam dana. Total utang Rezky kembali menggelembung menjadi Rp 67,7 miliar.
Kepada Iwan, Rezky mengaku meminjam duit untuk keperluan pribadi dan “mengurus” sejumlah perkara. Di antaranya kasus PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara. Dan Iwan mengaku memberikan utang kepada Rezky karena melihat mertuanya, Nurhadi Abdurrachnan, bekas Sekretaris Mahkamah Agung RI, sebagai orang berada.
Tapi kepercayaan itu mulai luntur sejak komisi antirasuah menggeledah rumah Nurhadi diJalan Hang Lekiu Nomer 6, Jakarta Selatan, pada 20 April 2016. KPK menggeledah rumah itu setelah menangkap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan pengusaha Doddy Arianto Supeno. Iwan makin gigih menagih utang Rezky.
“Sebagai pengusaha, Iwan takut utang itu tidak diselesaikan karena, setelah penggeledahan itu, Nurhadi dan keluarganya menghilang,” ucap Haris.
Lantaran kesulitan menemukan Rezky dan keluarganya, lwan mencairkan cek dari Rezky. Cek tersebut atas nama PT Multicon Indrajaya Terminal senilai Rp 10 miliar. Tak lama setelah pencairan, Rezky menelepon Iwan dan menyemprotnya. Rezky marah karena cek itu berstatus jaminan perkara PT KBN versus PT Multicon, yang sedang bersengketa di Mahkamah Agung.
Rezky berupaya menarik sisa cek di tangan Iwan. Ia mengutus dua orang kepercayaannya, Mulanya Iwan tak mau menyerahkan cek itu.
“Mereka mengancam akan melaporkan Iwan ke polisi dan mengepung rumahnya dengan sekompi aparat,” ujar Haris.
Iwan mengalah dan menyerahkan cek tersebut. Setelah cek diserahkan, Rezky berbalik menagih duit Rp 4 miliar. Alasannya untuk menutupi uang dari cek yang terlanjur dicairkan. lwan menolak permintaan itu. Rezky mengutus Anggodo Widjojo, terpidana percobaan suap terhadap pimpinan KPK, untuk menemui Iwan. Iwan kembali mengalah.
Selain memberikan uang, Iwan menyerahkan seluruh jaminan utang Rezky. Menurut Haris, Anggodo beralasan dokumen itu akan digunakan untuk mendamaikan Rezky dan lwan. Anggodo kemudian meninggal 7 September 2018 pada usia 63 tahun di Surabaya. Tapi persoalan belum selesai. Rezky melaporkan Iwan ke Bareskrim dengan tuduhan manggelapkan mobil Ferrari miliknya.
Setelah itu, kasus demi kasus menimpa Iwan. Misalnya, kini ia sedang menghadapi pengaduan seorang sopir taksi berbasis aplikasi asal Surabaya. Haris menganggap laporan ini aneh karena menyertakan pasal pidana pencucian uang. Iwan merasa tak pernah bekerja sama langsung dengan sopir tersebut. Haris menerima informasi ada tujuh kasus lagi yang menanti Iwan. Ia menuding ada dugaan peran Rezky di belakang semua pelaporan itu. Ada yang memberikan informasi bahwa Rezky menyiapkan skenario untuk menjebloskan Iwan ke penjara untuk waktu yang lama, katanya.
Indikasinya bisa dilihat darl keganjilan dua kasus lwan. Menurut Haris, kedua perkara itu ditangani penyidik yang sama di Bareskrim. Ajun Komisaris Besar Setyo Heriyanto memimpin tim penyidikan untuk kasus penggelapan. Tim ini juga menyelidiki kasus pencucian uang hasil penipuan yang diduga melibatkan Iwan. Salah satu anggota tim itu adalah lnspektur Satu Farouk Ashadi Haiti.
Setahun lalu, Iwan Cendekia Liman hampir gagal menghirup udara bebas pada Senin, 4 Februari 2019, itu, petugas salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta hendak membawanya ke Markas Besar Kepolisian RI. Alasannya Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal hendak memeriksa Iwan dalam kasus yang di laporkan Rezky Herbiyono, menantu bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman. Tapi surat panggilannya tidak ada, kata kuasa hukum Iwan, Haris Azhar, 11 Februari lalu.
Pada hari itu, Iwan keluar dari penjara dengan status bebas bersyarat. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukum Iwan tiga tahun penjara karena di tuduh menggelapkan mobil Ferrari 458 Speciale milik Rezky. Saat sedang diadili, Iwan kembali dilaporkan Rezky ke polisi dalam perkara berbeda. Laporan bernomor 936 pada 14 September 2017 itu menyebutkan pria 4O tahun tersebut melakukan pencucian uang hasil menipu Rezky. Polisi menerbitkan surat perintah penyidikan kasus pencucian uang ini pada Oktober 2017. Surat ini yang kemudian muncul pada hari kebebasan Iwan.
Setelah tiga tahun menyelidiki, KPK kini telah menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. KPK juga memberikan status yang sama kepada menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Mereka disangka memainkan putusan di Mahkamah Agung pada 2015-2016 dan menerima suap sebesar Rp 46 miliar.
“Suap itu terkait dengan jabatan yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK periode 2015 2019, Saut Situmorang, saat mengumumkan penetapan tersangka.
Bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, dan menantunya Rezky Herbiyono patut diduga pula mengkriminalisasi seorang pengusaha asal Surabaya karena persoalan utang-piutang. Dimana almarhum Anggodo Widjojo ikut membantu menagih uang.
Di hari pembebasan Iwan, Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Iwan ke Gedung Merah Putih di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Iwan adalah salah satu saksi kunci perkara Nurhadi dan Rezky. la dianggap mengetahui sejumlah transaksi mencurigakan Nurhadi dan menantunya itu.
Haris Azhar bersama anggota tim pengacara memboyong Iwan ke Kuningan. “Panggilan KPK lebih jelas karena ada suratnya,” ujar Haris.
Komisi antirasuah menyeIidiki suap yang melibatkan Nurhadi dan Rezky sejak 2016. Direktur PT Multicon lndrajaya Hiendra Soenjoto menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Total suap mencapai Rp 46 miliar. Iwan, Rezky, dan Hiendra saling mengenal karena pernah berbisnis di Surabaya pada 2014. Kongsi mereka berakhir sejak Rezky sering menunggak pembayaran utang.
Di Kepolisian, penyelidikan atas pelaporan Rezky tetap berjalan meski Iwan menjadi saksi di KPK. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim melayangkan surat panggilan kepada Iwan pada 6 Februari 2019. Biro Hukum KPK merespons panggilan pemeriksaan itu dengan mengirimkan surat permimaan penundaan perkara karena Iwan berstatus saksi yang dilindungi.
Inspektur Satu Farouk Ashadi Haiti mengatakan ia memang sedang menangani kasus Iwan. Menurut dia, penyelidikan berjalan lambat karena Iwan di bawah perlindungan KPK. “Kami sempat bertanya ke KPK mengenai kasus di sana, tapi mereka tidak menjelaskan secara detail,” ujar Farouk. Menurut dia, kasus Iwan terus berproses meski pelapornya, Rezky Herbiyono, menjadi buron KPK sejak 11 Februari lalu. (reWrt/ tjo